Langkahku terseret perlahan,
menyusuri lorong yang kini tengah aku lalui. Mataku menelusuri dinding yang aku
lewati, dan banyaknya jendela yang membatasi ruaangan dengan tempatku berada.
Aku terus melangkah, dan semakin pelan, dan melambat. Mataku kini terpancang
lurus ke depan, ke wajahmu, ke matamu yang balas menutupku lurus. Kedua
tanganku yang sedari tadi memegang kedua tali ranselku, semakin erat
mengencang. Semakin lambat langkahku, semakin lambat pula langkahmu. Namun,
kita sama-sama terus berjalan, hingga bertemu di satu titik. Langkahku terhenti
secara otomatis saat kau berdiri hanya selangkah dari hadapanku. Mata kita
bersinggungan sesaat, namun….yah…hanya sesaat. Karena sedetiknya, kau
melanjutkan langkahu dengan wajah menatap lurus ke depan, dan tak pernah lagi
menoleh padaku yang hanya menolehkan kepala, mengikuti punggungmu yang kini
semakin menjauh di belakangku.
Aku menghela napas, dan menahannya
sesaat. Dengan berat hati aku melangkahkan kaki kembali. Saat aku masuk ke
kelas, aku memilih duduk menyendiri di bangku yang terletak di sudut. Kutopang
dagu sambil menatap sekeliling, lalu akhirnya tertuju pada langit.
Langit…langit…biru… Indah… damai…
Namun, kenapa hatiku tak terasa
hangat?
Suara bel sekolah menyadarkanku
untuk segera menurunkan tanganku yang masih di dagu, dan membenarkan posisi
dudukku. Saat itu lah, lagi, mataku bersinggungan dengan matamu. Kau sedang
melangkah masuk ke kelas, mengayunkan sebuah buku di tangan kananmu. Kutebak,
kau dari perpustakaan.
Aku tersenyum, walau kau hanya
menatapku tanpa ekspresi, dan kini sibuk dengan ransel dan bukumu di salah satu
meja kelas. Kau tahu kenapa aku tersenyum? Karena, walau tak lagi sama, namun
kau tak berbeda. Kau masih sosok yang aku tahu, senang membaca buku di
perpustakaan sebelum bel masuk berbunyi.
0 komentar:
Posting Komentar
Lalu, apa pendapatmu tentang ini? :)