Selasa, 13 Maret 2012

Aaakk.... ke dokter gigi!!

Akhirnya setelah dikuatkan dengan tekat bulat, hari ini, malam ini, aku pun berani menggerakkan langkah juga untuk pergi ke dokter gigi! >_<

Sumpah...langkah terberat rasanya yang pernah kujalani!!

Tapi, aku berusaha menenangkan diri... *tarik napas-hembuskan napas* Hufhhh...

Dengan ditemani dua sahabat terbaikku, akhirnya aku memberanikan diri untuk pergi 'mencari' dokter gigi.

Yup...masih dalam tahap 'mencari' hehehe..

Aku memang sudah dua bulan ini sibuk mencari-cari dokter gigi yang 'bagus' untuk menjadi tempatku mengeksekusi 'para gigi'ku.

Sebenarnya keluhan pada gigi sih nggak ada. Tapi gigiku ada yang berlubang, dan aku ingin membereskannya secepat mungkin sebelum menjadi parah berkepanjangan. Hanya saja 'keberanian ke dokter gigi' ini yang sudah terniatkan dari akhir tahun lalu, belum juga terealisasikan. >.<

Akhirnya, hari ini lah aku memantapkan diriku! Meneguhkan hati, bahwa aku harus pergi ke dokter gigi sekarang juga! Lagipula mumpung liburan semester (walau liburnya cuma seminggu huhu), dan minggu depan sudah masuk semester baru, jadi aku memutuskan POKOKNYA sebelum masuk semester baru aku sudah harus 'membereskan apapun masalah gigiku'.

Lagipula tadinya aku mikir, mencari dokter gigi malam-malam gini belum tentu nemu yang langsung cocok...hehe. Jadi, ada 'harapan' juga di hati sih agar jangan sampai nemu dokter gigi malam ini. Soalnya mentalku belum siap sepenuhnya!! >.<

Kenapa aku begitu takut ke dokter gigi dan begitu pemilih?? Sampai-sampai aku menggerakkan 'pasukan' sahabat-sahabatku untuk ikut mencari tahu dokter gigi mana di daerah itu yang bagus, bahkan aku sampai menghubungi Kak Dewi, salah satu kenalanku yang seorang dokter (tapi bukan dokter gigi), menanyakan padanya kira-kira tahu nggak dokter gigi yang bagus? Pikiranku waktu itu sih karena dia dokter jadi mungkin saja kan ada kenalan dokter gigi yang baik hati..hehe

Dia awalnya mengaku nggak tahu, dan nggak punya kenalan, tapi ternyata Mamanya bilang ada dokter gigi yang bagus, Mamanya kenal. Dia kasih tahu aku nama dokternya (yang ternyata cowok) dan alamatnya. Wah kebenaran nih alamatnya dekat rumahku! Walau sebenarnya aku sudah agak pesimis, karena yang aku cari adalah dokter perempuan, bukan dokter laki-laki. Bukan karena apa sih...hanya saja dari pengalaman-pengalamanku yang sebelumnya, aku nggak suka dengan dokter cowok. Apalagi biasanya dokter cowok, tuh masih muda dan ganteng-ganteng..hihihih... Tengsin amat kan kalau dilihat gigiku yang pada rusak ini? >.<

Tapi, alasan sebenarnya lagi sih...karena aku memang merasa nggak nyaman dengan laki-laki. Karena aku merasa jadi susah untuk berkomunikasi. Maka itu, aku mencari dokter gigi perempuan, seorang ibu separuh baya, yang HARUS baik hati, ramah, dan lembut. Hihihi... ya oloh, gaya amat ya aku, mau periksa gigi saja banyak banget persyaratan untuk 'dokter gigi'nya. Benar-benar pemilih banget hehe.

Iya sih... soalnya aku punya 'trauma ' pada dokter gigi. Jadi, dulu waktu SMA, aku pernah periksa gigi ke seorang dokter. Perempuan sih, dan baik juga (setidaknya sama aku yang adalah pasiennya). Tapi, dia telah melakukan hal yang menurutku 'SALAH' banget! Dia nyabut 3 gigiku!!

Huhuhu.... *nangis*

Dan Om ku yang kebetulan orang kesehatan, dan kenal dengan dokter itu, marah banget pas tahu! Karena dia sembarangan nyabut gigi orang. Huhuhu...

Dan aku juga dimarahin Om-ku sih.. karena menurut Om ku harusnya kalau aku punya masalah di gigi, jangan pergi sembarangan ke dokter gigi. Kalau perlu lapor ke Om ku saja, karena Om ku punya banyak kenalan dokter gigi ternama dan bagus. Anaknya dulu juga pernah kecelakaan dan tiga gigi depannya patah PARAH. Tapi bisa diatasi tanpa harus cabut gigi, cukup diberi sambungan gigi, dan kualitasnya sama dengan gigi asli lohh. Walau itu gigi buatan, sama sekali tidak kayak gigi buatan. Terbukti, sepupuku itu (anak Om ku itu) mampu melahap tiga jagung bakar pas tahun baru kemarin hehehe.. Aku terpana melihat ia mampu menggigiti jagung itu.

Yah...beda denganku yang giginya udah dicabut tiga dan harus pakai gigi palsu *nangis lagi*.

Makanya sejak itu aku semakin parno dengan yang namanya dokter gigi, sehingga saat akan ke dokter gigi lagi aku menentukan banyak persyaratan, dokter gigi SEPERTI APAKAH yang boleh mengutak-atik mulutku hehe.

Sebenarnya, setahun yang lalu aku pernah coba ke dokter gigi yang disarankan sepupuku, karena katanya bagus. Tapi.... hm... dokter giginya laki-laki muda dan ganteng pula -_- huhu. Bukannya senang, aku malah tekanan batin.

Lagipula secara kualitas, aku merasa dia kurang bagus. Aku kan nambal gigi di dia bulan Februari 2011 kemarin. Eh, Bulan Juli tambalannya patah secuil -_-. Jelek banget sih tambalannya..huhuhu.Padahal kan baru berumur 6 bulan.

Sejak itu aku nggak mau lagi kembali ke tempat itu dan semakin mengetatkan peraturanku 'untuk tipe dokter gigi seperti apa yang harus kudatangi.'

Malam ini, sepakatlah aku bersama dua sahabatku jalan kaki mencari dokter gigi. Rencananya ingin mencari dokter gigi 'laki-laki' yang disarankan Kak Dewi, tapi... bukan jadi prioritasku. Aku tetap mencari-cari dokter gigi perempuan, sedangkan dokter gigi yang disarankan Kak Dewi ini akan aku jadikan cadangan kalau-kalau aku nggak bisa mendapatkan dokter gigi yang kuinginkan.

Jadilah, selama perjalanan di tepi jalan besar, aku memperhatikan setiap palang di pinggir jalan. Karena jalan besar, di kiri-kanan jalan memang bertebaran supermarket, dan segala apotik, dan toko-toko serta warung makan. Jadi, aku yakin, dari semuanya yang ada, pasti ada tersempil dokter gigi di sini. Di tiap apotik juga biasanya ada dokter giginya kan.

Palang pertama yang aku temukan, aku lihat... 'Dr.Adi blablabla". Ah, dari namanya sudah jelas laki-laki. Lewat!! Aku kembali jalan sambil ngobrol-ngobrol dengan dua sahabatku. Sepanjang jalan kami nggak menemukan lagi palang dokter gigi huhu. Rina sudah membujukku untuk 'mau periksa' di dokter gigi yang namanya dokter Adi itu. Tapi, aku langsung bilang 'OGAH'. Pokoknya say NO, untuk doker gigi laki-laki huhu.

Kami pun kembali jalan...dan... eh aku lihat di sebrang jalan ada apotik yang sangat ramai pengunjung (beda dengan apotik pertama tadi yang sepi hehe). Penuh dan ramai banget deh tuh apotiknya. Di kursi duduk berjejer para pengunjung (entah ngapain). Dan ada juga yang hilir mudik, keluar masuk apotik. Aku yakin pasti ada dokter giginya di sana. Kugandeng lah dua sahabatku untuk menyebrang jalan, dan langsung memperhatikan palang-palang yang ada di depan apotik. Ada berbagai nama dokter di sana, ada dokter kandungan, dokter umum, penyakit dalam..dll.. dan ada... ini dia!! Dokter gigi! Perempuan pula! Huhuhu

Awalnya sempat deg-degan sih dan aku mulai keringat dingin. Tapi ku pikir, aku sudah menemukan dokter perempuan, lalu alasan apalagi yang bisa kupakai untuk terhindar dari 'eksekusi' ini???

Nggak ada!

Karena dua sahabatku sudah menarikku masuk..huhu.

Akhirnya setelah bertanya-tanya dimana ruangan dokter giginya, kami pun naik ke lantai atas, dan ruang tunggunya kosong melompong! Hahaha

Aku sudah deg-degan... duh.. kok sepi?? Biasanya kan kalau sepi pasien, berarti dokternya nggak laku dong ya?? Begitu asumsiku. Dan kalau nggak laku, berarti dokternya nggak bagus kan? Huhuhu...

Aaaakk...aku makin keringat dingin dan deg-degan banget!!

Kami bertiga pun duduk di kursi yang ada di depan ruangan dokter gigi. Tulisan di pintunya masih 'closed'.

Rina mencoba menenangkanku, "Mungkin belum ada pasien yang datang karena memang belum buka dokternya.."

Rina bermaksud mematahkan kecemasanku tentang 'dokter ini nggak laku'. Tapi, aku tetap saja cemas. Masalahnya ini jam setengah 7, masa iya belum buka??

Kata Rina lagi, "Mungkin sholat Maghrib dulu di rumahnya."

Huhu..ya udah aku iya-iya aja deh.

Sambil nunggu dengan gelisah, sementara dua sahabatku sibuk dengan ponselnya masing-masing, Rina online, dan kak Iren nonton TV pakai ponselku, aku hanya bisa duduk gelisah sendiri. Nggak tenang banget pokoknya!! >.< Udah kayak lagi mau di hukum gantung huhuhu..

Nggak lama tahu-tahu ada wanita muda (sangat muda sekali) berjilbab, pakai seragam putih kayak suster gitu, lewat di depan kami dan membuka pintu ruangan dokter gigi, lalu masuk.

Aku dan sahabatku langsung saling berpandangan. Itu dokter giginya???

Aaakkk! Aku makin gelisah.

Memang sih perempuan seperti yang kumau... tapi dia bukan ibu-ibu!! Dia mungkin gadis muda berumur 23-24 tahunan huhuhu.. Entah ya, aku merasa kayak nggak nyaman aja kalau seandainya harus periksa gigi ke dia. Kok rasaya aku lebih afdol kalau dokter giginya udah tua gitu, bukan yang muda gini..huhu

Kami pun menunggu lagi dengan bingung... kok kayaknya nggak ada tanda-tanda kita bakal masuk juga ya ?? Apalagi tulisan di pintu ruangan dokter giginya udah berubah jadi 'OPEN'. So, boleh masuk kan ya?? Tapi aku bingung juga, masa iya aku main nyelonong aja masuk??

Kalau dari pengalamanku ke dokter gigi, biasanya aku harus daftar dulu, terus terima nomor antri. Biasanya daftarnya sore, trus periksanya malam, karena yang ngantri banyaakkkk! Sering aku dapat nomor antri yang akhirnya baru dipanggil ketika sudah jam 11 malam huhuhuhu

Trus, dokter gigi laki-laki ku yang sebelumnya juga begitu. Nggak pakai daftar sih.. tapi tetap saja antri, karena banyak pasien. Karena nggak pakai nomor antri itu lah, jadi pasien yang ngantri ya suka-suka aja siapa yang mau masuk. Karena rata-rata pasien dokter gigi pasti 'penakut' hihi.. biasanya kami suka 'oh silahkan saja duluan, saya habis ini' hihi..rata-rata begitu soalnya pada takut juga dieksekusi di kursi astronot atau biasa aku sebut kursi 'panas' (kursi untuk kita berbaring pas lagi diperiksa gigi itu hehe). Dan aku selalu saja jadi yang terakhir..karena ya aku memang paling pnakut!! Haha,

Tapi untuk yang kali ini aku bingung. Secara yang ada di ruang tunggu cuma aku, dan dua sahabatku. Jadi, apa tunggu dipanggil atau masuk aja gitu 'nyelonong'?

Aku mencoba menunggu lagi. Rencananya kalau jam 8 ke atas aku belum dipanggil juga, baru lah aku akan masuk.

Eh..nggak lama, ada seorang ibu-ibu separuh baya pakai kemeja batik warna cokelat muda, berjilbab, pakai kacamata, agak gemuk (ukuran ibu-ibu lah), lewat di depan kami dan masuk ke ruangan. Dari penampilannya sih semua orang pasti tahu lah...dia dokter!!

Aku langsung nyaris memekik girang,..! hihi.

Rina juga kegirangan (mungkin karena melihat mukaku yang girang). "Berarti itu dokternya ibu-ibu. Yang tadi mungkin perawat/asistennya."

Aku menarik napas lega... hihihi. Jadi, gadis muda tadi ternyata bukan dokternya.

Lalu, terdengar suara pintu ruangan terbuka, dan gadis muda tadi muncul sambil tersenyum ke kami. "Siapa yang mau periksa gigi? Silahkan masuk.." katanya.

Langsung ini jantungku 'nyessss...' rasanya kedua kakiku lemas ...

Ini saatnya 'kematian' tiba...huhuhu..

Dengan berat hati aku berdiri, dan dua sahabatku yang mungkin kasihan meihat mukaku yang mulai pucat, menyemangatiku. Aku masuk ke ruangan dengan deg-degan berat! Sumpah!

Dokternya tersenyum 'menenangkan' saat aku masuk, mungkin dia bisa melihat ketakutanku. Aku langsung saja duduk di depannya, dan mulai cerita semua masalah yang ada pada gigiku.

"Gigi saya banyak yang rusak, Dok.. Tapi saya takut dicabut..huhu. Nggak dicabut kan, Dok?? Jangan dicabut ya, Dok.."

Aku nggak bisa mengendalikan ocehanku, itu semua keluar dengan sendirinya. Di lain sisi aku ingin jujur tentang gigiku, dan di lain sisi aku takut. Jadinya aku terdengar memelas-meleas ke dokternya seakan menunjukkan permohonan 'please, sebisa mungkin selamatkan gigi saya huhuhu. Jangan sampai dicabuuut! Gigi saya udah ompong tiga nih huhuhu...'

Dokternya (yang mungkin melihat aku sudah pucat dan ngoceh-ngoceh ketakutan gitu) dengan wajah menenangkan dan nada lembut berkata,"Iya, kita periksa dulu ya.. Ayo, duduk di sini. Kita lihat giginya. Kalau masih bisa ditambal, kita tambal.Kalau nggak, ntar kita buat gigi sambungan, nggak dicabut kok giginya.."

Duh.. di sini aku langsung mulai agak tenang. Karena suara ibunya lembut, keibuan banget. Ini yang kuinginkan!! Dan di titik ini aku sudah yakin banget! Dia lah dokter yang aku cari! Dia dokter yang baik, aku bisa melihatnya...huhu

Masih dengan cemas, dan keringat dingin plus deg-degan berat, aku melangkah ke kursi astronot 'mematikan' itu dan berbaring di sana. Dokternya suruh aku buka mulut, mulai periksa seluruh gigiku, dan dia juga ngajak aku ngobrol hal-hal yang menyenangkan. Pokoknya aku senang banget!

Biasanya dokter gigi kan suka cenderung 'menjatuhkan mental' dan memberikan 'tekanan batin' pada pasiennya. Mulai dari komentar sinisnya soal gigi kita yang rusak lah...trus perkataan-perkataan yang rada mengejek, yang mungkin maksudnya bercanda, tapi buat pasien (seperti aku) itu menyebalkan dan memberikan tekanan batin, plus mental jadi down.. huhu.

Nah, dokterku yang ini sama sekali nggak seperti itu. Ia telaten memeriksa gigiku sambil bertanya lembut tentang 'aku kuliah dimana', 'tinggal dimana dan sama siapa', 'kenapa milih jurusan itu' dll.. Sama sekali nggak nyinggung soal gigi, kecuali kalau ada saran-saran yang ingin dia katakan. Kayak, "Ini giginya nggak dicabut kok. Cuma ditambal aja." katanya menenangkan. "Tapi... ini dua gigi geraham bawah harus dicabut yaa.."

Aku nggak kaget dengarnya, karena aku yang sebagai orang awam saja udah tahu banget kalau dua gigiku yang itu memang udah nggak tertolong lagi. Udah tinggal akar gigi huhu. Sebenarnya sama dokter-dokterku yang sebelumnya udah sering disuruh cabut, tapi aku terus 'melarikan diri' dari pencabutan gigi..hehe

Sampai sekarang pun, tetap yah ada rasa TAKUT huhu. Walau dokter yang ini baik, ramah, dan sangat lembut, tapiii...rasa takut dicabut giginya itu tetap saja menghantuiku!! >.<

Aku pernah cabut gigi, jadi aku tahu bagaimana rasa sakitnya huhu. Belum lagi nih gigi geraham. Kalau dulu kan aku cabut giginya masih gigi utuh. Nah..yang ini?? Tinggal akar gigi doang!! bagaimana coba? Aku tuh ngebayanginnya, gimana caranya ya cabut gigi yang tinggal akarnya? Apakah akan lebih sakit dari 'cabut gigi' sebelumnya??

Selama aku bertanya-tanya dalam hati itu, si dokter gigi sedang sibuk membersihkan karang gigiku (aku yang minta).  Di sela-sela pembersihan, aku bertanya, "Dok.. masa harus dicabut, dok?? (pertanyaan yang goblok memang hehe. Tapi itu keluar dengan sendirinya dari mulutku, mungkin karena saking takutnya ). Huhu...takut, Dok... takut cabut gigi.."

Dokternya kai ini berkata dengan tegas, tapi tetap dengan suara lembut dan tenang. "Demi kebaikan, itu harus.."

Singkat jawabannya, tapi berhasil bikin aku diam. Karena aku sendiri memang sadar kalau dua gigiku yang itu memang mesti dicabut.

Kak Dewi sendiri bilang memang HARUS cabut demi kebaikan, karena itu bisa bawa penyakit. Jantung, misalnya. Karena gigi berlubang itu kan pasti ada bakterinya. Bahaya.

Aku pernah nanya ke Kak Dewi, "Tapi kok banyak yang giginya sering sakit (berarti kan berlubang), dia masih sehat-sehat aja?"

Kata kak Dewi, "Itu cuma faktor luck aja. Dan dia harus bersyukur karena gigi berlubangnya itu nggak membahayakan dirinya. Tapi kan alangkah baiknya kalau pencegahan dini demi kesehatan?"

Iya sih.. Hiks...

Cuma...duh....takutttt...

Back to the story..

Selesai pembersihkan karang gigi, dokternya bilang, "selesai.."

Dan penambalan akan dilakukan besok malam, jadi aku disuruh balik lagi..huhu.

Saat akan pembayaran, aku sekalian konsultasi soal gigi.. Nanya kenapa gigiku kok gampang banget bermasalah?

Kata dokternya biasanya selain karena 'mungkin' waktu sikat gigi kurang bersih, aku juga ada masalah di tulang. Katanya sih aku kekurangan vitamin B, jadi tulangku 'kurang kuat' dan gampang keropos, dan itu mempengaruhi gigi juga. Jadilah, gigiku juga gampang rusak, apalagi kalau kurang bersih dalam menyikatnya. Aku dikasih resep untuk beli obat buat 'tulang' itu, dan juga obat kumur. Lalu oleh dokternya aku juga disuruh WAJIB sikat gigi tiga kali, dan sebisa mungkin setiap habis makan!!

"Kamu sikat giginya habis sarapan, lalu habis makan siang, dan habis makan malam atau sebelum tidur. Jadi, sebisa mungkin setiap habis makan, kamu sikat gigi."

Hah???

Ya ampun,,... itu ngebayanginnya aja aku udah malas banget..

Bukannya malas sikat gigi atau gimana... tapi bayangin coba...tiap habis makan sikat gigi?? huhuhuhu... Melelahkan...

Apalagi aku orangnya doyan nyemil, jadi sudah pasti hampir tiap saat aku mengunyah makanan.

Tapi ya udah lah...demi gigi, aku coba menyanggupi huhu.

Gigi oh gigi... kenapa gigiku kok kayaknya beda sama gigi orang gitu ya? Orang-orang (teman-temanku) kayaknya sikat gigi cuma sekali dua kali, nggak sering-sering amat. Nggak pernah juga membersihkan karang gigi. Tapi, gigi mereka baik-baik saja..huhu.. Kok gigiku malah perawatannya ketat banget, harus sering sikat gigi tiap habis makan, dan harus minum obat penguat tulang pula huhuhuh -_-

Dokternya juga nyuruh aku pakai sikat gigi yang 'medium', jangan yang 'soft..'

Dokternya juga bilang kalau gigi aku ini faktor keturunan, jadi memang ada 'masalah' secara genetik, maka itu perawatannya mesti extra, jangan disamakan dengan gigi-gigi temanku yang bagus-bagus..huhu. Seharusnya aku rajin periksa setiap 6 bulan sekali katanya, karena gigi aku ini benar-benar butuh perlakuan khusus demi pencegahan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut, dan kalau ada masalah juga bisa segera diatasi. Jangan sampai kayak gigi gerahamku yang sekarang udah tinggal akar gigi, ya karena itu...nggak pernah periksa ke dokter gigi..huhu

Dokterku ini juga sempat rada 'tidak suka' saat tahu gigiku dicabut tiga sama dokterku yang dulu. Katanya, "kenapa dicabut? Kan bisa dibuat gigi sambungan.. Sebisa mungkin kita harus mempertahankan gigi kita selama masih bisa.."

Huhuhuhu...iya dok, tapi mau diapa? Sudah dicabut giginya, sudah pakai gigi palsu.

Selesai ngobrol, aku bayar 'pembersihan karang gigi' tadi, dan mengucapkan terima kasih..huhu. Ini benar-benar ucapan terima kasih yang tulus, karena aku bersyukur banget dipertemukan dengan dokter gigi yang baik hati ini. :'D

Begitu keluar dari ruangan, sudah kayak peserta Indonesian Idol yang lolos audisi, aku melonjak-lonjak girang. Persis banget dah, cuma bedanya kalau peserta Indonesian Idol kalau keluar sambil melonjak-lonjak sambil megang sebuah kartu yang bertuliskan 'apalah itu' aku lupa, hehe, kalau aku keluar dan melonjak-lonjak girangnya sambil pegang kartu nama dokter giginya dan kartu periksaku. Hihihi.

Jadi, itu kartu nama buat kalau aku mungkin ada perlu sama dokternya kali ya? Entah, deh. Lalu kartu periksa, yaitu tertanda 'kapan' aku periksa ke dokter gigi itu. Jadi, dokternya menyarankan kalau aku seterusnya periksa ke dia (dan aku setuju), karena dia sudah tahu seluk beluk masalah gigiku..hihi, jadi seterusnya sekalian dia yang tangani saja. Nah, kartu periksa itu sebagai dokumentasi atau 'pertanda'nya kapan saja aku sudah periksa. Jadi kelak bisa ketahuan tuh apa aku rajin periksa gigi 2 kali setahun, atau malah cuma kalau pas gigi bermasalah aja? :p Wakakakak

Sama sekali nggak peduli dengan keadaan sekitar, aku terus melompat ke sahabat-sahabatku yang juga menatapku sumringah. Mungkin mereka 'senang' lihat wajahku yang gembira, beda 180 derajat dengan pas tadi masuk ke ruangan hihihi..

"Aku suka dokternya!! Pokoknya aku seterusnya mau di sini aja!!" seruku girang.

Dua sahabatku itu juga ikutan senang lihat aku sudah riang gembira..hihi. Kami pun pulang, setelah sebelumnya beli obat dulu di apotik, kemudian kami mampir makan bakso hihihihi.

Sebenarnya sih aku masih rada deg-degan membayangkan besok harus kembali ke dokter gigi untuk nambal gigi. Tapi, ya sudah lah...mari kita liat besok gimana..huhuh

Takuttt .. >.<









Akhirnya setelah dikuatkan dengan tekat bulat, hari ini, malam ini, aku pun berani menggerakkan langkah juga untuk pergi ke dokter gigi! >_<

Sumpah...langkah terberat rasanya yang pernah kujalani!!

Tapi, aku berusaha menenangkan diri... *tarik napas-hembuskan napas* Hufhhh...

Dengan ditemani dua sahabat terbaikku, akhirnya aku memberanikan diri untuk pergi 'mencari' dokter gigi.

Yup...masih dalam tahap 'mencari' hehehe..

Aku memang sudah dua bulan ini sibuk mencari-cari dokter gigi yang 'bagus' untuk menjadi tempatku mengeksekusi 'para gigi'ku.

Sebenarnya keluhan pada gigi sih nggak ada. Tapi gigiku ada yang berlubang, dan aku ingin membereskannya secepat mungkin sebelum menjadi parah berkepanjangan. Hanya saja 'keberanian ke dokter gigi' ini yang sudah terniatkan dari akhir tahun lalu, belum juga terealisasikan. >.<

Akhirnya, hari ini lah aku memantapkan diriku! Meneguhkan hati, bahwa aku harus pergi ke dokter gigi sekarang juga! Lagipula mumpung liburan semester (walau liburnya cuma seminggu huhu), dan minggu depan sudah masuk semester baru, jadi aku memutuskan POKOKNYA sebelum masuk semester baru aku sudah harus 'membereskan apapun masalah gigiku'.

Lagipula tadinya aku mikir, mencari dokter gigi malam-malam gini belum tentu nemu yang langsung cocok...hehe. Jadi, ada 'harapan' juga di hati sih agar jangan sampai nemu dokter gigi malam ini. Soalnya mentalku belum siap sepenuhnya!! >.<

Kenapa aku begitu takut ke dokter gigi dan begitu pemilih?? Sampai-sampai aku menggerakkan 'pasukan' sahabat-sahabatku untuk ikut mencari tahu dokter gigi mana di daerah itu yang bagus, bahkan aku sampai menghubungi Kak Dewi, salah satu kenalanku yang seorang dokter (tapi bukan dokter gigi), menanyakan padanya kira-kira tahu nggak dokter gigi yang bagus? Pikiranku waktu itu sih karena dia dokter jadi mungkin saja kan ada kenalan dokter gigi yang baik hati..hehe

Dia awalnya mengaku nggak tahu, dan nggak punya kenalan, tapi ternyata Mamanya bilang ada dokter gigi yang bagus, Mamanya kenal. Dia kasih tahu aku nama dokternya (yang ternyata cowok) dan alamatnya. Wah kebenaran nih alamatnya dekat rumahku! Walau sebenarnya aku sudah agak pesimis, karena yang aku cari adalah dokter perempuan, bukan dokter laki-laki. Bukan karena apa sih...hanya saja dari pengalaman-pengalamanku yang sebelumnya, aku nggak suka dengan dokter cowok. Apalagi biasanya dokter cowok, tuh masih muda dan ganteng-ganteng..hihihih... Tengsin amat kan kalau dilihat gigiku yang pada rusak ini? >.<

Tapi, alasan sebenarnya lagi sih...karena aku memang merasa nggak nyaman dengan laki-laki. Karena aku merasa jadi susah untuk berkomunikasi. Maka itu, aku mencari dokter gigi perempuan, seorang ibu separuh baya, yang HARUS baik hati, ramah, dan lembut. Hihihi... ya oloh, gaya amat ya aku, mau periksa gigi saja banyak banget persyaratan untuk 'dokter gigi'nya. Benar-benar pemilih banget hehe.

Iya sih... soalnya aku punya 'trauma ' pada dokter gigi. Jadi, dulu waktu SMA, aku pernah periksa gigi ke seorang dokter. Perempuan sih, dan baik juga (setidaknya sama aku yang adalah pasiennya). Tapi, dia telah melakukan hal yang menurutku 'SALAH' banget! Dia nyabut 3 gigiku!!

Huhuhu.... *nangis*

Dan Om ku yang kebetulan orang kesehatan, dan kenal dengan dokter itu, marah banget pas tahu! Karena dia sembarangan nyabut gigi orang. Huhuhu...

Dan aku juga dimarahin Om-ku sih.. karena menurut Om ku harusnya kalau aku punya masalah di gigi, jangan pergi sembarangan ke dokter gigi. Kalau perlu lapor ke Om ku saja, karena Om ku punya banyak kenalan dokter gigi ternama dan bagus. Anaknya dulu juga pernah kecelakaan dan tiga gigi depannya patah PARAH. Tapi bisa diatasi tanpa harus cabut gigi, cukup diberi sambungan gigi, dan kualitasnya sama dengan gigi asli lohh. Walau itu gigi buatan, sama sekali tidak kayak gigi buatan. Terbukti, sepupuku itu (anak Om ku itu) mampu melahap tiga jagung bakar pas tahun baru kemarin hehehe.. Aku terpana melihat ia mampu menggigiti jagung itu.

Yah...beda denganku yang giginya udah dicabut tiga dan harus pakai gigi palsu *nangis lagi*.

Makanya sejak itu aku semakin parno dengan yang namanya dokter gigi, sehingga saat akan ke dokter gigi lagi aku menentukan banyak persyaratan, dokter gigi SEPERTI APAKAH yang boleh mengutak-atik mulutku hehe.

Sebenarnya, setahun yang lalu aku pernah coba ke dokter gigi yang disarankan sepupuku, karena katanya bagus. Tapi.... hm... dokter giginya laki-laki muda dan ganteng pula -_- huhu. Bukannya senang, aku malah tekanan batin.

Lagipula secara kualitas, aku merasa dia kurang bagus. Aku kan nambal gigi di dia bulan Februari 2011 kemarin. Eh, Bulan Juli tambalannya patah secuil -_-. Jelek banget sih tambalannya..huhuhu.Padahal kan baru berumur 6 bulan.

Sejak itu aku nggak mau lagi kembali ke tempat itu dan semakin mengetatkan peraturanku 'untuk tipe dokter gigi seperti apa yang harus kudatangi.'

Malam ini, sepakatlah aku bersama dua sahabatku jalan kaki mencari dokter gigi. Rencananya ingin mencari dokter gigi 'laki-laki' yang disarankan Kak Dewi, tapi... bukan jadi prioritasku. Aku tetap mencari-cari dokter gigi perempuan, sedangkan dokter gigi yang disarankan Kak Dewi ini akan aku jadikan cadangan kalau-kalau aku nggak bisa mendapatkan dokter gigi yang kuinginkan.

Jadilah, selama perjalanan di tepi jalan besar, aku memperhatikan setiap palang di pinggir jalan. Karena jalan besar, di kiri-kanan jalan memang bertebaran supermarket, dan segala apotik, dan toko-toko serta warung makan. Jadi, aku yakin, dari semuanya yang ada, pasti ada tersempil dokter gigi di sini. Di tiap apotik juga biasanya ada dokter giginya kan.

Palang pertama yang aku temukan, aku lihat... 'Dr.Adi blablabla". Ah, dari namanya sudah jelas laki-laki. Lewat!! Aku kembali jalan sambil ngobrol-ngobrol dengan dua sahabatku. Sepanjang jalan kami nggak menemukan lagi palang dokter gigi huhu. Rina sudah membujukku untuk 'mau periksa' di dokter gigi yang namanya dokter Adi itu. Tapi, aku langsung bilang 'OGAH'. Pokoknya say NO, untuk doker gigi laki-laki huhu.

Kami pun kembali jalan...dan... eh aku lihat di sebrang jalan ada apotik yang sangat ramai pengunjung (beda dengan apotik pertama tadi yang sepi hehe). Penuh dan ramai banget deh tuh apotiknya. Di kursi duduk berjejer para pengunjung (entah ngapain). Dan ada juga yang hilir mudik, keluar masuk apotik. Aku yakin pasti ada dokter giginya di sana. Kugandeng lah dua sahabatku untuk menyebrang jalan, dan langsung memperhatikan palang-palang yang ada di depan apotik. Ada berbagai nama dokter di sana, ada dokter kandungan, dokter umum, penyakit dalam..dll.. dan ada... ini dia!! Dokter gigi! Perempuan pula! Huhuhu

Awalnya sempat deg-degan sih dan aku mulai keringat dingin. Tapi ku pikir, aku sudah menemukan dokter perempuan, lalu alasan apalagi yang bisa kupakai untuk terhindar dari 'eksekusi' ini???

Nggak ada!

Karena dua sahabatku sudah menarikku masuk..huhu.

Akhirnya setelah bertanya-tanya dimana ruangan dokter giginya, kami pun naik ke lantai atas, dan ruang tunggunya kosong melompong! Hahaha

Aku sudah deg-degan... duh.. kok sepi?? Biasanya kan kalau sepi pasien, berarti dokternya nggak laku dong ya?? Begitu asumsiku. Dan kalau nggak laku, berarti dokternya nggak bagus kan? Huhuhu...

Aaaakk...aku makin keringat dingin dan deg-degan banget!!

Kami bertiga pun duduk di kursi yang ada di depan ruangan dokter gigi. Tulisan di pintunya masih 'closed'.

Rina mencoba menenangkanku, "Mungkin belum ada pasien yang datang karena memang belum buka dokternya.."

Rina bermaksud mematahkan kecemasanku tentang 'dokter ini nggak laku'. Tapi, aku tetap saja cemas. Masalahnya ini jam setengah 7, masa iya belum buka??

Kata Rina lagi, "Mungkin sholat Maghrib dulu di rumahnya."

Huhu..ya udah aku iya-iya aja deh.

Sambil nunggu dengan gelisah, sementara dua sahabatku sibuk dengan ponselnya masing-masing, Rina online, dan kak Iren nonton TV pakai ponselku, aku hanya bisa duduk gelisah sendiri. Nggak tenang banget pokoknya!! >.< Udah kayak lagi mau di hukum gantung huhuhu..

Nggak lama tahu-tahu ada wanita muda (sangat muda sekali) berjilbab, pakai seragam putih kayak suster gitu, lewat di depan kami dan membuka pintu ruangan dokter gigi, lalu masuk.

Aku dan sahabatku langsung saling berpandangan. Itu dokter giginya???

Aaakkk! Aku makin gelisah.

Memang sih perempuan seperti yang kumau... tapi dia bukan ibu-ibu!! Dia mungkin gadis muda berumur 23-24 tahunan huhuhu.. Entah ya, aku merasa kayak nggak nyaman aja kalau seandainya harus periksa gigi ke dia. Kok rasaya aku lebih afdol kalau dokter giginya udah tua gitu, bukan yang muda gini..huhu

Kami pun menunggu lagi dengan bingung... kok kayaknya nggak ada tanda-tanda kita bakal masuk juga ya ?? Apalagi tulisan di pintu ruangan dokter giginya udah berubah jadi 'OPEN'. So, boleh masuk kan ya?? Tapi aku bingung juga, masa iya aku main nyelonong aja masuk??

Kalau dari pengalamanku ke dokter gigi, biasanya aku harus daftar dulu, terus terima nomor antri. Biasanya daftarnya sore, trus periksanya malam, karena yang ngantri banyaakkkk! Sering aku dapat nomor antri yang akhirnya baru dipanggil ketika sudah jam 11 malam huhuhuhu

Trus, dokter gigi laki-laki ku yang sebelumnya juga begitu. Nggak pakai daftar sih.. tapi tetap saja antri, karena banyak pasien. Karena nggak pakai nomor antri itu lah, jadi pasien yang ngantri ya suka-suka aja siapa yang mau masuk. Karena rata-rata pasien dokter gigi pasti 'penakut' hihi.. biasanya kami suka 'oh silahkan saja duluan, saya habis ini' hihi..rata-rata begitu soalnya pada takut juga dieksekusi di kursi astronot atau biasa aku sebut kursi 'panas' (kursi untuk kita berbaring pas lagi diperiksa gigi itu hehe). Dan aku selalu saja jadi yang terakhir..karena ya aku memang paling pnakut!! Haha,

Tapi untuk yang kali ini aku bingung. Secara yang ada di ruang tunggu cuma aku, dan dua sahabatku. Jadi, apa tunggu dipanggil atau masuk aja gitu 'nyelonong'?

Aku mencoba menunggu lagi. Rencananya kalau jam 8 ke atas aku belum dipanggil juga, baru lah aku akan masuk.

Eh..nggak lama, ada seorang ibu-ibu separuh baya pakai kemeja batik warna cokelat muda, berjilbab, pakai kacamata, agak gemuk (ukuran ibu-ibu lah), lewat di depan kami dan masuk ke ruangan. Dari penampilannya sih semua orang pasti tahu lah...dia dokter!!

Aku langsung nyaris memekik girang,..! hihi.

Rina juga kegirangan (mungkin karena melihat mukaku yang girang). "Berarti itu dokternya ibu-ibu. Yang tadi mungkin perawat/asistennya."

Aku menarik napas lega... hihihi. Jadi, gadis muda tadi ternyata bukan dokternya.

Lalu, terdengar suara pintu ruangan terbuka, dan gadis muda tadi muncul sambil tersenyum ke kami. "Siapa yang mau periksa gigi? Silahkan masuk.." katanya.

Langsung ini jantungku 'nyessss...' rasanya kedua kakiku lemas ...

Ini saatnya 'kematian' tiba...huhuhu..

Dengan berat hati aku berdiri, dan dua sahabatku yang mungkin kasihan meihat mukaku yang mulai pucat, menyemangatiku. Aku masuk ke ruangan dengan deg-degan berat! Sumpah!

Dokternya tersenyum 'menenangkan' saat aku masuk, mungkin dia bisa melihat ketakutanku. Aku langsung saja duduk di depannya, dan mulai cerita semua masalah yang ada pada gigiku.

"Gigi saya banyak yang rusak, Dok.. Tapi saya takut dicabut..huhu. Nggak dicabut kan, Dok?? Jangan dicabut ya, Dok.."

Aku nggak bisa mengendalikan ocehanku, itu semua keluar dengan sendirinya. Di lain sisi aku ingin jujur tentang gigiku, dan di lain sisi aku takut. Jadinya aku terdengar memelas-meleas ke dokternya seakan menunjukkan permohonan 'please, sebisa mungkin selamatkan gigi saya huhuhu. Jangan sampai dicabuuut! Gigi saya udah ompong tiga nih huhuhu...'

Dokternya (yang mungkin melihat aku sudah pucat dan ngoceh-ngoceh ketakutan gitu) dengan wajah menenangkan dan nada lembut berkata,"Iya, kita periksa dulu ya.. Ayo, duduk di sini. Kita lihat giginya. Kalau masih bisa ditambal, kita tambal.Kalau nggak, ntar kita buat gigi sambungan, nggak dicabut kok giginya.."

Duh.. di sini aku langsung mulai agak tenang. Karena suara ibunya lembut, keibuan banget. Ini yang kuinginkan!! Dan di titik ini aku sudah yakin banget! Dia lah dokter yang aku cari! Dia dokter yang baik, aku bisa melihatnya...huhu

Masih dengan cemas, dan keringat dingin plus deg-degan berat, aku melangkah ke kursi astronot 'mematikan' itu dan berbaring di sana. Dokternya suruh aku buka mulut, mulai periksa seluruh gigiku, dan dia juga ngajak aku ngobrol hal-hal yang menyenangkan. Pokoknya aku senang banget!

Biasanya dokter gigi kan suka cenderung 'menjatuhkan mental' dan memberikan 'tekanan batin' pada pasiennya. Mulai dari komentar sinisnya soal gigi kita yang rusak lah...trus perkataan-perkataan yang rada mengejek, yang mungkin maksudnya bercanda, tapi buat pasien (seperti aku) itu menyebalkan dan memberikan tekanan batin, plus mental jadi down.. huhu.

Nah, dokterku yang ini sama sekali nggak seperti itu. Ia telaten memeriksa gigiku sambil bertanya lembut tentang 'aku kuliah dimana', 'tinggal dimana dan sama siapa', 'kenapa milih jurusan itu' dll.. Sama sekali nggak nyinggung soal gigi, kecuali kalau ada saran-saran yang ingin dia katakan. Kayak, "Ini giginya nggak dicabut kok. Cuma ditambal aja." katanya menenangkan. "Tapi... ini dua gigi geraham bawah harus dicabut yaa.."

Aku nggak kaget dengarnya, karena aku yang sebagai orang awam saja udah tahu banget kalau dua gigiku yang itu memang udah nggak tertolong lagi. Udah tinggal akar gigi huhu. Sebenarnya sama dokter-dokterku yang sebelumnya udah sering disuruh cabut, tapi aku terus 'melarikan diri' dari pencabutan gigi..hehe

Sampai sekarang pun, tetap yah ada rasa TAKUT huhu. Walau dokter yang ini baik, ramah, dan sangat lembut, tapiii...rasa takut dicabut giginya itu tetap saja menghantuiku!! >.<

Aku pernah cabut gigi, jadi aku tahu bagaimana rasa sakitnya huhu. Belum lagi nih gigi geraham. Kalau dulu kan aku cabut giginya masih gigi utuh. Nah..yang ini?? Tinggal akar gigi doang!! bagaimana coba? Aku tuh ngebayanginnya, gimana caranya ya cabut gigi yang tinggal akarnya? Apakah akan lebih sakit dari 'cabut gigi' sebelumnya??

Selama aku bertanya-tanya dalam hati itu, si dokter gigi sedang sibuk membersihkan karang gigiku (aku yang minta).  Di sela-sela pembersihan, aku bertanya, "Dok.. masa harus dicabut, dok?? (pertanyaan yang goblok memang hehe. Tapi itu keluar dengan sendirinya dari mulutku, mungkin karena saking takutnya ). Huhu...takut, Dok... takut cabut gigi.."

Dokternya kai ini berkata dengan tegas, tapi tetap dengan suara lembut dan tenang. "Demi kebaikan, itu harus.."

Singkat jawabannya, tapi berhasil bikin aku diam. Karena aku sendiri memang sadar kalau dua gigiku yang itu memang mesti dicabut.

Kak Dewi sendiri bilang memang HARUS cabut demi kebaikan, karena itu bisa bawa penyakit. Jantung, misalnya. Karena gigi berlubang itu kan pasti ada bakterinya. Bahaya.

Aku pernah nanya ke Kak Dewi, "Tapi kok banyak yang giginya sering sakit (berarti kan berlubang), dia masih sehat-sehat aja?"

Kata kak Dewi, "Itu cuma faktor luck aja. Dan dia harus bersyukur karena gigi berlubangnya itu nggak membahayakan dirinya. Tapi kan alangkah baiknya kalau pencegahan dini demi kesehatan?"

Iya sih.. Hiks...

Cuma...duh....takutttt...

Back to the story..

Selesai pembersihkan karang gigi, dokternya bilang, "selesai.."

Dan penambalan akan dilakukan besok malam, jadi aku disuruh balik lagi..huhu.

Saat akan pembayaran, aku sekalian konsultasi soal gigi.. Nanya kenapa gigiku kok gampang banget bermasalah?

Kata dokternya biasanya selain karena 'mungkin' waktu sikat gigi kurang bersih, aku juga ada masalah di tulang. Katanya sih aku kekurangan vitamin B, jadi tulangku 'kurang kuat' dan gampang keropos, dan itu mempengaruhi gigi juga. Jadilah, gigiku juga gampang rusak, apalagi kalau kurang bersih dalam menyikatnya. Aku dikasih resep untuk beli obat buat 'tulang' itu, dan juga obat kumur. Lalu oleh dokternya aku juga disuruh WAJIB sikat gigi tiga kali, dan sebisa mungkin setiap habis makan!!

"Kamu sikat giginya habis sarapan, lalu habis makan siang, dan habis makan malam atau sebelum tidur. Jadi, sebisa mungkin setiap habis makan, kamu sikat gigi."

Hah???

Ya ampun,,... itu ngebayanginnya aja aku udah malas banget..

Bukannya malas sikat gigi atau gimana... tapi bayangin coba...tiap habis makan sikat gigi?? huhuhuhu... Melelahkan...

Apalagi aku orangnya doyan nyemil, jadi sudah pasti hampir tiap saat aku mengunyah makanan.

Tapi ya udah lah...demi gigi, aku coba menyanggupi huhu.

Gigi oh gigi... kenapa gigiku kok kayaknya beda sama gigi orang gitu ya? Orang-orang (teman-temanku) kayaknya sikat gigi cuma sekali dua kali, nggak sering-sering amat. Nggak pernah juga membersihkan karang gigi. Tapi, gigi mereka baik-baik saja..huhu.. Kok gigiku malah perawatannya ketat banget, harus sering sikat gigi tiap habis makan, dan harus minum obat penguat tulang pula huhuhuh -_-

Dokternya juga nyuruh aku pakai sikat gigi yang 'medium', jangan yang 'soft..'

Dokternya juga bilang kalau gigi aku ini faktor keturunan, jadi memang ada 'masalah' secara genetik, maka itu perawatannya mesti extra, jangan disamakan dengan gigi-gigi temanku yang bagus-bagus..huhu. Seharusnya aku rajin periksa setiap 6 bulan sekali katanya, karena gigi aku ini benar-benar butuh perlakuan khusus demi pencegahan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut, dan kalau ada masalah juga bisa segera diatasi. Jangan sampai kayak gigi gerahamku yang sekarang udah tinggal akar gigi, ya karena itu...nggak pernah periksa ke dokter gigi..huhu

Dokterku ini juga sempat rada 'tidak suka' saat tahu gigiku dicabut tiga sama dokterku yang dulu. Katanya, "kenapa dicabut? Kan bisa dibuat gigi sambungan.. Sebisa mungkin kita harus mempertahankan gigi kita selama masih bisa.."

Huhuhuhu...iya dok, tapi mau diapa? Sudah dicabut giginya, sudah pakai gigi palsu.

Selesai ngobrol, aku bayar 'pembersihan karang gigi' tadi, dan mengucapkan terima kasih..huhu. Ini benar-benar ucapan terima kasih yang tulus, karena aku bersyukur banget dipertemukan dengan dokter gigi yang baik hati ini. :'D

Begitu keluar dari ruangan, sudah kayak peserta Indonesian Idol yang lolos audisi, aku melonjak-lonjak girang. Persis banget dah, cuma bedanya kalau peserta Indonesian Idol kalau keluar sambil melonjak-lonjak sambil megang sebuah kartu yang bertuliskan 'apalah itu' aku lupa, hehe, kalau aku keluar dan melonjak-lonjak girangnya sambil pegang kartu nama dokter giginya dan kartu periksaku. Hihihi.

Jadi, itu kartu nama buat kalau aku mungkin ada perlu sama dokternya kali ya? Entah, deh. Lalu kartu periksa, yaitu tertanda 'kapan' aku periksa ke dokter gigi itu. Jadi, dokternya menyarankan kalau aku seterusnya periksa ke dia (dan aku setuju), karena dia sudah tahu seluk beluk masalah gigiku..hihi, jadi seterusnya sekalian dia yang tangani saja. Nah, kartu periksa itu sebagai dokumentasi atau 'pertanda'nya kapan saja aku sudah periksa. Jadi kelak bisa ketahuan tuh apa aku rajin periksa gigi 2 kali setahun, atau malah cuma kalau pas gigi bermasalah aja? :p Wakakakak

Sama sekali nggak peduli dengan keadaan sekitar, aku terus melompat ke sahabat-sahabatku yang juga menatapku sumringah. Mungkin mereka 'senang' lihat wajahku yang gembira, beda 180 derajat dengan pas tadi masuk ke ruangan hihihi..

"Aku suka dokternya!! Pokoknya aku seterusnya mau di sini aja!!" seruku girang.

Dua sahabatku itu juga ikutan senang lihat aku sudah riang gembira..hihi. Kami pun pulang, setelah sebelumnya beli obat dulu di apotik, kemudian kami mampir makan bakso hihihihi.

Sebenarnya sih aku masih rada deg-degan membayangkan besok harus kembali ke dokter gigi untuk nambal gigi. Tapi, ya sudah lah...mari kita liat besok gimana..huhuh

Takuttt .. >.<









Senin, 12 Maret 2012

J.E.A.L.O.US...!













Minggu, 11 Maret 2012

Review Novel : Oppa & I


Rating:★★★
Category:Books
Genre:Teens
Author:Orizuka, Lia Indra
Ini novel awalnya adalah buku yang paling aku hindari saat ini (bulan lalu). Karena entah kenapa aku tidak tertarik. Apalagi saat tahu ini adalah novel hasil kolaborasi. Aku paling anti novel kolaborasi (yg pengarangnya lebih dari satu), karena sering punya pengalaman buruk hehe. Maksudnya aku sering beli novel 2 pengarang, tapi aku selalu nggak suka karena ceritanya jelek (menurutku). Misalnya novelnya kak primadona angela yang kolaborsi , kan ada beberapa tuh. nah aku kurang suka ceritanya..padahal biasanya aku selalu suka semua cerita primadona Angela .__.

Begitu lah akhirnya, yang terjadi pada novel ini..begitu aku membelinya (sudah lama sih aku belinya, bulan Desember tahun lalu) ini novel aku pendem saja di lemari.

Tapi... Karena ada yang menyarankan aku buat baca ini (tepatnya maksa), aku akhirnya jadi tertarik juga. Hehehe...

Terlebih ini adalah karya kak orizuka. Nggak mungkin lah aku nggak baca .__.

Aku cuma sedang mencari waktu yg bener2 luang hehe

Tibalah dua mingguan yang lalu, aku sedang tidak ada kerjaan. Waktu itu siang, mati lampu. TV nggak bisa nyala, laptop nggak bisa nyala..mau nggak mau aku habiskan waktu tidur-tiduran sambil baca Oppa and I ini :D

Bayangkan! Beli bulan Desember, baru dibaca bulan Februari -__-"

Btw, ditilik dari judulnya "Oppa and I",sudah sangat jelas cerita ini menceritakan tentang seorang gadis dengan kakak laki-lakinya (entah itu kakak kandung atau kakak-kakak'an hehe)


REVIEW :


Novel ini diawali dengan adegan di bandara korea. Seorang gadis bernama Jae In menunggu jemputan (atau apalah namanya hehe). Dia dan Ibunya (Sandy) baru tiba di Korea, dari Indonesia. Dan mereka sedang menunggu ayahnya (Jae bin) menjemput mereka di sana.


Sandy dan Jae Bin bercerai lima tahun lalu. Bercerai karena ego masing-masing. Sandy yang jual mahal. Jae Bin yang workaholic. Perceraian mereka juga membuat kedua anak mereka berpisah. Sandy menetap di Indonesia bersama Jae In. Dan Jae Bin menetap di Korea bersama Jae Kwon.

Jae in dan Jae Kwon adalah saudara kembar, tapi beda.

Ketika kecil mereka terpisahkan.

Lima tahun kemudian...
Mereka bertemu kembali, karena Sandy dan Jae Bin memutuskan untuk rujuk (menjadi suami-istri lagi), dan cerita mereka sebagai keluarga yang utuh di mulai lagi dari hari dimana Jae Bin menjemput Jae In dan Sandy di bandara itu.

Setelah lima tahun terpisah, Jae In dan Jae Kwon sudah dewasa. Mereka sama-sama sudah SMA. Mereka berdua anak kembar tapi karakternya sangat berbeda. Jae Kwon(sang kakak) tumbuh jadi anak yang serba bisa dan nyaris sempurna (dimata para gadis-gadis di sekolah) dan Jae In(sang adik) diceritakan biasa-biasa saja (tapi bukan berarti tidak punya bakat loh. Jae In ini bakat melukis).


Jae Kwon sangat senang karena akhirnya dia bisa bertemu dengan ibunya, terutama Jae In. Tapi, ternyata apa yang dirasakan Jae Kwon itu sepertinya tidak berlaku pada Jae In. Jae In sama sekali tidak terlihat bahagia.

Dari raut wajahnya, jelas sekali Jae In kesal dan marah saat bertemu lagi dengan Jae Kwon. Bahkan, dia tidak mau memanggil Jae Kwon dengan sebutan 'Oppa'.

Di sekolah pun dia tak mau mengakui Jae Kwon sebagai saudara kembarnya/kakaknya. Jae In meminta Jae Kwon merahasiakan hubungan mereka pada teman-teman di sekolah.

Kehidupan mereka terus berlanjut dengan Jae Kwon yang semakin heran dan sedih, karena adik perempuannya itu sudah berubah, dan tidak mau mengakuinya sebagai 'oppa'. Bahkan walau mereka sekelas, Jae Kwon tidak bisa dekat dengan Jae In di sekolah karena Jae In terkesan lebih sering menghindar.

Jae Kwon sangat ingin mengakui Jae In di depan teman-teman bahwa Jae In itu adiknya, tapi tidak bisa karena Jae In tidak mau.

Selama mereka di sekolah yang sama, mereka sebenarnya saling memperhatikan satu sama lain.

Jae In baru tahu kalau ternyata Jae Kwon begitu populer dan disenangin banyak gadis.

Dan Jae Kwon sendiri tidak bisa berbuat apa-apa, walau dia tidak senang saat salah satu teman cowok di kelasnya mulai mendekati Jae In dan sepertinya mempunyai perasaan pada adik kembarnya itu.

KOMENTAR:

Heumm.... secara mengejutkan ini cerita ternyata lumayan selera aku banget!

Masalah kolaborasi ini memang menipu banget! Hahaha. Aku pikir nih cerita gak bagus. :))

Ceritanya sebenernya klise, yah nyaris samalah seperti cerita-cerita abg yang seringkali aku baca atau aku tonton.

Tapi entah kenapa aku suka banget sama cara cerita ini.

Baca cerita ini aku jadi teringat dnegan sebuah film jepang, dan juga sebuah manga jepang.

Tau nggak? Film yang judulnya BOKU WA IMOUTO NI KOI WO SURU (My sister my love)? Dan manga yang berjudul My Fragile Love?

Manga dan film itu menceritakan tentang saudara kembar yang saling jatuh cinta. Cinta sedarah.

Tau?

Ahh....tapi tenang!! Aku nggak bilang kalau jae Kwon dan jae In saling jatuh cinta loh yaaaa =P..aku kan cuma nanya, kalian tahu film dan manga itu, nggak? =D

Cerita oppa and I ini keseluruhannya beda sama sekali kok sama film dan manga itu. :D


Jadi, kalau kalian beranggapan Jae in dan Jae Kwon saling jatuh cinta... kalian salah besar =D (walau sebenarnya aku mengharapkan ceritanya seperti itu.. hiks..-__-)

Mereka benar-benar saudara kandung kok ^^
Dan benar-benar saling menyayangi layaknya adik dan kakak saja.

Cerita ini konfliknya lebih ke masalah keluarga..nah itu lah kenapa aku suka =D (walau aku akan lebih suka lagi kalau konflik nya masalah cinta kekekekek)

Ehm..walau konfliknya biasa-biasa aja, tapi aku suka cara penulisnya menyampaikannya lewat adegan demi adegan dan dialog demi dialog. Temponya pas sampe bikin aku kemaren sanggup baca tanpa jeda, dan sukses menamatkannya hanya dalam waktu 1 jam lebih cuma buat baca ini.

Dan masalah kolaborasi, di luar dugaanku ...Walaupun, dikarang oleh 2 penulis, tapi ceritanya ternyata tetap utuh dan bagus. Cerita per-bab-nya masih nyambung dan sama sekali tidak berasa seperti ditulis oleh 2 orang (walau sebenarnya aku bisa membedakan mana yang tulisan kak ori, mana yang kak Lia =D).

Untuk cast...aku paling nggak suka sama Jae bin. Lebih tepatnya sih sama bagaimana cara penulis menampilkan tokoh Jae bin hehe.

Kak ori, kak Lia.. kok perannya Jae Bin cuma gitu doang?? Saking dinginnya dan saking workaholicnya kali ya?? sampai-sampai dia tidak terlalu besar perannya dalam cerita (tidak banyak pengaruhnya gitu).

Pengaruhnya dia...cuma.... diawal cerita terjadi. Iya. Karena kalau bukan Jae bin yang akhirnya memutuskan untuk cerai, cerita ini nggak bakal tercipta. hehe.

Tapi aku kurang suka loh...begitu mereka sudah rujuk cerita ini lebih fokus ke jae kwon dan jae in. Padahal harusnya kan jae Bin juga diikut sertakan..

Kesannya kok jadinya dia nggak merasa bersalah gitu ya sudah memisahkan keluarganya selama 5 taun? O.o

Dan ini jae Bin saking dinginnya karakternya, dialognya sampai jaraaangggg banget. (hahaha)

Oh mungkin karena penulis mau fokus/ menyorott ke Jae In dan Jae Lwon aja kali ya?

Btw, tapi aku Seneng ada kemunculan adegan kocak di tengah-tengah cerita hehehe. Adegan di kamar itu lohhh..waktu Jae Kwon joget gaje sambil nyanyi lagu girlband ..kekekkeekek


Sebenernya aku kurang bisa terima sama endingnya, hehehe.. Kesanya rada aneh... dan terkesan maksa banget .. -__-"

Tapi.. Cukup baguslah.. Aku suka sama konsistensi cerita ini dari awal sampai akhir. Nggak ada alur yang terasa terburu-buru . Dan yang terpenting, nggak ada cerita tentang cinta terlarang/cinta sedarah.. Yeay! Eehh??! xDD

Buku ini aku recommend banget, apalagi yang suka Korea-Korea-an.

Tapi, jika kalian pecinta full romance, aku rasa kalian perlu mikir-mikir lagi, jika hendak memiliki buku ini, karena meskipun ada sedikit romance, tapi cerita ini lebih berat ke genre family-nya.


Rating:★★★
Category:Books
Genre:Teens
Author:Orizuka, Lia Indra
Ini novel awalnya adalah buku yang paling aku hindari saat ini (bulan lalu). Karena entah kenapa aku tidak tertarik. Apalagi saat tahu ini adalah novel hasil kolaborasi. Aku paling anti novel kolaborasi (yg pengarangnya lebih dari satu), karena sering punya pengalaman buruk hehe. Maksudnya aku sering beli novel 2 pengarang, tapi aku selalu nggak suka karena ceritanya jelek (menurutku). Misalnya novelnya kak primadona angela yang kolaborsi , kan ada beberapa tuh. nah aku kurang suka ceritanya..padahal biasanya aku selalu suka semua cerita primadona Angela .__.

Begitu lah akhirnya, yang terjadi pada novel ini..begitu aku membelinya (sudah lama sih aku belinya, bulan Desember tahun lalu) ini novel aku pendem saja di lemari.

Tapi... Karena ada yang menyarankan aku buat baca ini (tepatnya maksa), aku akhirnya jadi tertarik juga. Hehehe...

Terlebih ini adalah karya kak orizuka. Nggak mungkin lah aku nggak baca .__.

Aku cuma sedang mencari waktu yg bener2 luang hehe

Tibalah dua mingguan yang lalu, aku sedang tidak ada kerjaan. Waktu itu siang, mati lampu. TV nggak bisa nyala, laptop nggak bisa nyala..mau nggak mau aku habiskan waktu tidur-tiduran sambil baca Oppa and I ini :D

Bayangkan! Beli bulan Desember, baru dibaca bulan Februari -__-"

Btw, ditilik dari judulnya "Oppa and I",sudah sangat jelas cerita ini menceritakan tentang seorang gadis dengan kakak laki-lakinya (entah itu kakak kandung atau kakak-kakak'an hehe)


REVIEW :


Novel ini diawali dengan adegan di bandara korea. Seorang gadis bernama Jae In menunggu jemputan (atau apalah namanya hehe). Dia dan Ibunya (Sandy) baru tiba di Korea, dari Indonesia. Dan mereka sedang menunggu ayahnya (Jae bin) menjemput mereka di sana.


Sandy dan Jae Bin bercerai lima tahun lalu. Bercerai karena ego masing-masing. Sandy yang jual mahal. Jae Bin yang workaholic. Perceraian mereka juga membuat kedua anak mereka berpisah. Sandy menetap di Indonesia bersama Jae In. Dan Jae Bin menetap di Korea bersama Jae Kwon.

Jae in dan Jae Kwon adalah saudara kembar, tapi beda.

Ketika kecil mereka terpisahkan.

Lima tahun kemudian...
Mereka bertemu kembali, karena Sandy dan Jae Bin memutuskan untuk rujuk (menjadi suami-istri lagi), dan cerita mereka sebagai keluarga yang utuh di mulai lagi dari hari dimana Jae Bin menjemput Jae In dan Sandy di bandara itu.

Setelah lima tahun terpisah, Jae In dan Jae Kwon sudah dewasa. Mereka sama-sama sudah SMA. Mereka berdua anak kembar tapi karakternya sangat berbeda. Jae Kwon(sang kakak) tumbuh jadi anak yang serba bisa dan nyaris sempurna (dimata para gadis-gadis di sekolah) dan Jae In(sang adik) diceritakan biasa-biasa saja (tapi bukan berarti tidak punya bakat loh. Jae In ini bakat melukis).


Jae Kwon sangat senang karena akhirnya dia bisa bertemu dengan ibunya, terutama Jae In. Tapi, ternyata apa yang dirasakan Jae Kwon itu sepertinya tidak berlaku pada Jae In. Jae In sama sekali tidak terlihat bahagia.

Dari raut wajahnya, jelas sekali Jae In kesal dan marah saat bertemu lagi dengan Jae Kwon. Bahkan, dia tidak mau memanggil Jae Kwon dengan sebutan 'Oppa'.

Di sekolah pun dia tak mau mengakui Jae Kwon sebagai saudara kembarnya/kakaknya. Jae In meminta Jae Kwon merahasiakan hubungan mereka pada teman-teman di sekolah.

Kehidupan mereka terus berlanjut dengan Jae Kwon yang semakin heran dan sedih, karena adik perempuannya itu sudah berubah, dan tidak mau mengakuinya sebagai 'oppa'. Bahkan walau mereka sekelas, Jae Kwon tidak bisa dekat dengan Jae In di sekolah karena Jae In terkesan lebih sering menghindar.

Jae Kwon sangat ingin mengakui Jae In di depan teman-teman bahwa Jae In itu adiknya, tapi tidak bisa karena Jae In tidak mau.

Selama mereka di sekolah yang sama, mereka sebenarnya saling memperhatikan satu sama lain.

Jae In baru tahu kalau ternyata Jae Kwon begitu populer dan disenangin banyak gadis.

Dan Jae Kwon sendiri tidak bisa berbuat apa-apa, walau dia tidak senang saat salah satu teman cowok di kelasnya mulai mendekati Jae In dan sepertinya mempunyai perasaan pada adik kembarnya itu.

KOMENTAR:

Heumm.... secara mengejutkan ini cerita ternyata lumayan selera aku banget!

Masalah kolaborasi ini memang menipu banget! Hahaha. Aku pikir nih cerita gak bagus. :))

Ceritanya sebenernya klise, yah nyaris samalah seperti cerita-cerita abg yang seringkali aku baca atau aku tonton.

Tapi entah kenapa aku suka banget sama cara cerita ini.

Baca cerita ini aku jadi teringat dnegan sebuah film jepang, dan juga sebuah manga jepang.

Tau nggak? Film yang judulnya BOKU WA IMOUTO NI KOI WO SURU (My sister my love)? Dan manga yang berjudul My Fragile Love?

Manga dan film itu menceritakan tentang saudara kembar yang saling jatuh cinta. Cinta sedarah.

Tau?

Ahh....tapi tenang!! Aku nggak bilang kalau jae Kwon dan jae In saling jatuh cinta loh yaaaa =P..aku kan cuma nanya, kalian tahu film dan manga itu, nggak? =D

Cerita oppa and I ini keseluruhannya beda sama sekali kok sama film dan manga itu. :D


Jadi, kalau kalian beranggapan Jae in dan Jae Kwon saling jatuh cinta... kalian salah besar =D (walau sebenarnya aku mengharapkan ceritanya seperti itu.. hiks..-__-)

Mereka benar-benar saudara kandung kok ^^
Dan benar-benar saling menyayangi layaknya adik dan kakak saja.

Cerita ini konfliknya lebih ke masalah keluarga..nah itu lah kenapa aku suka =D (walau aku akan lebih suka lagi kalau konflik nya masalah cinta kekekekek)

Ehm..walau konfliknya biasa-biasa aja, tapi aku suka cara penulisnya menyampaikannya lewat adegan demi adegan dan dialog demi dialog. Temponya pas sampe bikin aku kemaren sanggup baca tanpa jeda, dan sukses menamatkannya hanya dalam waktu 1 jam lebih cuma buat baca ini.

Dan masalah kolaborasi, di luar dugaanku ...Walaupun, dikarang oleh 2 penulis, tapi ceritanya ternyata tetap utuh dan bagus. Cerita per-bab-nya masih nyambung dan sama sekali tidak berasa seperti ditulis oleh 2 orang (walau sebenarnya aku bisa membedakan mana yang tulisan kak ori, mana yang kak Lia =D).

Untuk cast...aku paling nggak suka sama Jae bin. Lebih tepatnya sih sama bagaimana cara penulis menampilkan tokoh Jae bin hehe.

Kak ori, kak Lia.. kok perannya Jae Bin cuma gitu doang?? Saking dinginnya dan saking workaholicnya kali ya?? sampai-sampai dia tidak terlalu besar perannya dalam cerita (tidak banyak pengaruhnya gitu).

Pengaruhnya dia...cuma.... diawal cerita terjadi. Iya. Karena kalau bukan Jae bin yang akhirnya memutuskan untuk cerai, cerita ini nggak bakal tercipta. hehe.

Tapi aku kurang suka loh...begitu mereka sudah rujuk cerita ini lebih fokus ke jae kwon dan jae in. Padahal harusnya kan jae Bin juga diikut sertakan..

Kesannya kok jadinya dia nggak merasa bersalah gitu ya sudah memisahkan keluarganya selama 5 taun? O.o

Dan ini jae Bin saking dinginnya karakternya, dialognya sampai jaraaangggg banget. (hahaha)

Oh mungkin karena penulis mau fokus/ menyorott ke Jae In dan Jae Lwon aja kali ya?

Btw, tapi aku Seneng ada kemunculan adegan kocak di tengah-tengah cerita hehehe. Adegan di kamar itu lohhh..waktu Jae Kwon joget gaje sambil nyanyi lagu girlband ..kekekkeekek


Sebenernya aku kurang bisa terima sama endingnya, hehehe.. Kesanya rada aneh... dan terkesan maksa banget .. -__-"

Tapi.. Cukup baguslah.. Aku suka sama konsistensi cerita ini dari awal sampai akhir. Nggak ada alur yang terasa terburu-buru . Dan yang terpenting, nggak ada cerita tentang cinta terlarang/cinta sedarah.. Yeay! Eehh??! xDD

Buku ini aku recommend banget, apalagi yang suka Korea-Korea-an.

Tapi, jika kalian pecinta full romance, aku rasa kalian perlu mikir-mikir lagi, jika hendak memiliki buku ini, karena meskipun ada sedikit romance, tapi cerita ini lebih berat ke genre family-nya.

Selasa, 06 Maret 2012

guru yang paling baik :)

Oke.. tekanan moral yang kamu berikan sudah jauh lebih cukup.

Bisa kah cukup sampai di sini?

Aku tidak menyalahkanmu...karena aku tahu ini salahku.

Kalau ada yang bilang, pengalaman adalah guru yang paling baik, itu benar!

Dari semua kejadian ini aku sudah dididik dengan sangat keras dan diperingatkan bahwa apa yang aku lakukan salah.

Bahkan tak termaafkan.

Tapi, please...tidak bisakah berhenti sampai di sini?

Hm...aku tahu, jawabannya adalah tidak bisa. Bahkan kamu pasti merasa kalau ini belum lah cukup untuk menjadi pelajaran buatku..

Kini..semua yang ada padaku, hilang. Dan itu salahku.

Tidak akan bisa kembali seperti dulu..

Aku cuma bisa bilang, maafkan aku. Dan aku berjanji, ini akan jadi yang terakhir. Aku tidak akan pernah melakukannya lagi. Pengalaman memang benar-benar guru yang paling baik :')

Terima kasih sudah mengajarkan ku tentang hal ini...


Oke.. tekanan moral yang kamu berikan sudah jauh lebih cukup.

Bisa kah cukup sampai di sini?

Aku tidak menyalahkanmu...karena aku tahu ini salahku.

Kalau ada yang bilang, pengalaman adalah guru yang paling baik, itu benar!

Dari semua kejadian ini aku sudah dididik dengan sangat keras dan diperingatkan bahwa apa yang aku lakukan salah.

Bahkan tak termaafkan.

Tapi, please...tidak bisakah berhenti sampai di sini?

Hm...aku tahu, jawabannya adalah tidak bisa. Bahkan kamu pasti merasa kalau ini belum lah cukup untuk menjadi pelajaran buatku..

Kini..semua yang ada padaku, hilang. Dan itu salahku.

Tidak akan bisa kembali seperti dulu..

Aku cuma bisa bilang, maafkan aku. Dan aku berjanji, ini akan jadi yang terakhir. Aku tidak akan pernah melakukannya lagi. Pengalaman memang benar-benar guru yang paling baik :')

Terima kasih sudah mengajarkan ku tentang hal ini...


Plagiarism Issue

GALAU!....






GALAU!....






Senin, 05 Maret 2012

Niat minjam atau cuma 'manfaatin'??

Sepertinya selama hidup saya, lebih banyak orang yang 'meminjam' sesuatu pada saya dibandingkan saya yg meminjam sesuatu pada orang lain.


Dari jaman TK sampai sekarang.


Tidak banyak sih yang saya ingat detailnya.


Ketika SD, yang paling saya ingat adalah teman saya bernama Lia. Waktu itu kami kelas 1-2 SD. Dua tahun se kelas. Dan selama itu, sering pula setiap istirahat dia pinjam uang saya karena dia jarang dapat uang jajan, dan kalau pun jajan, terkadang lebih sedikit dari saya. *atau jangan2 sebenarnya dia jajannya banyak, tapi dia bohongin saya? Maybe..*


Dan tahu? Waktu itu saya masih kecil...tidak begitu mengerti utang-mengutang. Ditambah dengan sifat pelupa saya, dan ditambah sifat 'tidak tegaan' dan 'tidak enak hati' saya...jadilah...dia terus2an pinjam uang, dan tidak pernah mengembalikannya..


Kalau saya nagih, ada saja alasannya, yang uangnya belum ada lah.. apa lah.. sampai akhirnya saya melupakannya dan mengikhlaskannya..


Begitu juga dengan barang. Saya sering kehilangan penghapus, penggaris, pensil,... tapi hilang bukan karena teledor, melainkan hilang karena tidak dikembalikan oleh yang meminjam...yang saya pun lupa siapa saja yang pinjam hingga tidak bisa menagihnya


Tragis.


Jadinya, saya dulu memang paling tidak betah punya barang. Baru beli, beberapa hari kemudian sudah hilang. Dalam setahun ada kali berpuluh kali saya beli pensil, penghapus, dan penggaris *lebay*


sampai mama saya suka mengomel, "Kenapa sih barang suka hilang? Coba barang itu dijaga baik2. Lihat saja..dulu waktu mama sekolah tuh penggaris dari kelas 1 sampai kelas 6, utuh. Nggak hilang dan nggak patah..."


Dan kalau sudah begini saya cuma speechless hehe. Untung selalu ada papa saya yang senang membela saya hehe.


Nah, nasib saya ini terus berlangsung ...


Kelas 3, 4, 5, dan 6 , SMP, dan SMA...selalu saja jadi tempat teman2 minta bantuan, apalagi kalau sudah uang..pasti lari ke saya



Saya jadi bingung, apakah di kening saya ini tertulis 'bank berjalan'?


Nah... saya pikir di kampus, tidak akan terjadi hal seperti itu-itu lagi.


Eh...ternyata tetap saja ada ya... saya benar-benar tidak bisa lepas dari masalah ini kayaknya.. heheh *meringis*. Seolah-olah ini memang sudah garisan nasib..


Sekarang ini, saya malah punya banyak (beberapa teman)yang bolak balik minjam uang ke saya.


Salah satunya adalah teman dekat saya *lagi*.


Yang satu, katakan lah, R. Dia teman satu jurusan, tapi tidak terlalu dekat dengan saya. Hm, dekat sih.. sering ngumpul bareng, tapi saya rasa kami tidak sedekat itu. (menurut saya dia bukan sahabat/teman dekat saya walau kami sering ngumpul bareng)


Kalau masalah curhat dan masalah2 berbau pribadi, dia lebih sering ngobrol ke temannya, tidak ke saya. Begitu juga saya, saya tidak pernah cerita2 masalah pribadi ke dia, paling hanya sebatas hal-hal umum saja yang saya dan dia bicarakan.


Tapi, anehnya.... suatu kali dia mendekati saya untuk curhat. Dia curhat masalah keluarga dan apa saja , membuat saya dalam hati terheran2. Tumben dia cerita ke saya?


Sampai pada akhirnya diai minjam uang 50.000, dengan alasan dia belum dikasih uang jajan, dan dia mau beli sesuatu barang 'penting' yang saya tidak tahu apakah itu. Saya tidak terlalu suka menanya2 hal-hal seperti itu, karena takut mengganggu privacynya. Jadi saya berikan saja tanpa banyak tanya.


Setiap saat dia selalu bilang akan ganti 'bulan depan'. Tapi begitu 'bulan depan' dia akan katakan lagi 'saya belum ada uang, ka. Bulan depan ya, saya janji.'


'bulan depan' kemudian ada lagi alasannya, sampai saya sendiri mulai malas menagih dan memutuskan untuk melupakannya saja.


Dan kemudian suatu kali dia cerita papanya kena PHK. Sudah 3 bulan tidak kerja, katanya. Dan dia butuh uang. 300.000.



Saya prihatin. Kasian sekali. Akhirnya saya pinjamkan, karena dia janji kalau 'pacarnya' gajian, dia akan ganti. Yang mana belum juga sampai sekarang diganti..


Teman dekat saya, katakan lah E, lebih parah lagi dari R. Setiap kali selalu dan selalu lari ke saya kalau butuh uang. Memangg minjamnya sedikit2, kadang 10000 saja, kadang 5000 saja, kadang malah cuma 2000 saja. Paling tinggi adalah 20000. Tapiiiii....kalau begitu terus hampir setiap hari, kalau dikumpul2 itu berapaaa totalnya??


Mungkin karena E ini bisa dibilang teman dekat saya, jadi dia tak segan2 sama saya. Terlebih saya orangnya juga tidak bisa tegas kali ya?


Teman2 yang lain pun senang sekali 'meminjam' pulsa handphone. Terlebih beberapa diantara mereka tahu kalau saya pakai kartu prabayar. Makin getol saja mereka minjam tiap hari untuk nelpon.


Tapi memang kadang saya juga sih yang menyuruh mereka untuk nelpon. Kalau mereka minta pinjam untuk SMS, Saya izinkan mereka pakai hp saya. "Telpon aja sekalian, susah nanti kalo SMS," kata saya.



Maksud hati karena saya mau cepat selesai urusannya. Kalau SMS kan nanti bolak balik mulu pinjam hp untuk balas-balasan . Jadi mendingan langsung telpon.


Saya sih bukannya nggak ikhlas...cuma heran saja.. sering banget mereka yang minjam2 itu (barang, uang, atau pulsa) adalah orang2 yg tidak begitu dekat dengan saya. Misalnya, kalau urusan jalan, shopping, atau menggosip, mereka lebih senang sama teman2 mereka. Tapi giliran minjam2, uang, barang, dan pulsa.. larinya ke saya. Why???


Ini memang bukan kali pertama teman2 saya meminjam uang saya. Sebelumnya, memang banyak yang meminjam sejumlah uang yang nominalnya cukup besar. walau sampai sekarang, yang bisa mereka kembalikan baru setengah dari jumlah yang mereka pinjam. Beberapa kali sempat saya tanyakan, tapi melihat keadaan, kadang saya jadi ga tega. Sampai akhirnya seperti biasa saya belajar mengikhlaskan saja dan berpikir, "Alhamdulillah kalo dia bisa bayar, tapi jangan berharap terlalu banyak, deh. Ikhlaskan saja. Insya Allah nanti ada gantinya yang lebih baik.."


Saya bukan orang yang bisa bilang TIDAK. Dalam banyak hal, rasa iba lebih sering mengalahkan logika & keputusan saya. Hanya saja, belakangan ini saya merasa 'sedikit' dimanfaatkan. Entahlah, mungkin saya suuzon *astaghfirullah*, hanya saja melihat dari betapa seringnya mereka meminta tolong pada saya, sementara saya tau, kalau mereka sedang senang mereka tidak dengan saya dan lebih dekat dengan teman2nya yg lain, tapi giliran sedang susah malah saya yang didekatin. Mungkin karena 'mereka' tau, kalo saya paling ga bisa menolak.


hm...


Dan kata2 yang paling menohok adalah kata2 dari teman saya bernama M. M ini adalah teman dekat saya, dan juga teman dekat beberapa orang yang di atas (yang saya bilang sering minjam2 ke saya). Kemarin ketika kami sedang ngobrol berdua di rumah saya, sampailah kami pada pembicaraan soal 'pinjam'.


Karena kemarin, ketika kami asyik ngobrol..mendadak ada SMS masuk dari R *lagi*. Dan kebetulan M membaca SMS itu dan M kaget. "Ka, si R mau pinjam uang 500.000???"


Saya yang sudah biasa dengan R ini sih hanya santai. Sementara M tak percaya. "Banyak betul?? Kenapa?"


Akhirnya kami jadi bicara ngalor ngidul, dan saya curhat kalau saya agak kesal juga sama R karena senang minjam tapi tidak pernah kembalikan. Saya juga curhat tentang teman2 yg lain. Sampai akhirnya M nyeletuk.. "Kamu sadar nggak sih? Kalau mereka itu cuma memanfaatkan fasilitasmu?"


Saya diam.


Saya diam karena sebenarnya selama ini saya juga tahu itu, tapi tidak mau menyadari. Dan kini ada orang yang mengatakan itu di depan saya, membuat saya jadi sadar kalau...ah..ternyata benar. Ini nyata. Saya cuma dimanfaatin.


M: "aku bukannya mau fitnah atau apa... tapi aku kasih tau gini juga..karena aku bisa liat sendiri. Kamu liat kan? Kalau mereka sedang susah aja apa2 larinya ke kamu. Itu karena mereka lihat kamu punya fasilitas lebih dari mereka. Dan kamu juga...terlalu baik *?*, Ka... makanya mereka jadi tidak segan2.."


Lalu pembicaraan kami tiba2 berubah haluan ke seorang teman. Sebut saja namanya Dilla. Dulu dia adalah teman kami juga, hanya saja dia keluar dari kampus, karena tidak kuat di farmasi *tidak kuat bergadang mengerjain laporan hehe*. Dilla ini anaknya tajir . keliatan banget memang. Sepertinya sih paling tajir di kelas kami waktu itu. Anaknya juga modis banget. Make upnya menor hehe. Tapi dia baiikkk banget


Dia seorang model.



Tapi entah kenapa sejak pertama kali dia masuk kuliah, tidak ada yang berteman dekat dengannya. Tidak menjauhi sih, tapi tidak juga berteman dekat. Setiap hari di kampus saya selalu lihat dia duduk sendirian. Tidak ada yang mengajaknya mengobrol. Kadang dia coba nimbrung..tapi teman2 cenderung ngomongin sesuatu yang tidak dia mengerti. Pokoknya kelihatan banget deh tidak ada yang niat jadi teman dekat dengannya. Akhirnya karena tidak enak, kadang saya selalu ngajak dia gabung dengan teman2 saya.


Tapi sepertinya saya ngerti sih kenapa banyak yang tidak bisa dekat dengan dia.. karena saya sendiri pun tidak bisa dekat dengannya


Habisnya kadang kalau saya ajak bicara, pembicaraan kami suka tidak nyambung hehe. Maklum lah...saya kan anaknya rada2 katro..hehe..sedangkan dia modis banget. Aku jadi merasa kebanting setiap dekat dengannya heheh, jadi rada2 canggung juga ngobrol dengan dia. Tapi dia anaknya baiikkkk banget, dan sangat ramah .


Yang saya suka kasihan.. teman2 ngedeketin Dilla cuma kalau dia lagi bawa barang2 bagus, misalnya HP keren, laptop, atau apa lah.. Kelihatan banget dia cuma dimanfaatkan..karena dia dideketin cuma kalau lagi dibutuhin barangnya saja. Kalau sedang nggak dibutuhin, ya dilupakan..


Sekarang Dilla sudah tidak ada.



Nah..sekarang, mengingat kasus Dilla dan juga kata2 Mia.. saya jadi berpikiran yang macam2.

Mungkin saya memang suuzon, tapi kalo bolak balik pinjem apa2 selalu ke saya, wajar ga ya kalo saya merasa dimanfaatkan?


Sepertinya selama hidup saya, lebih banyak orang yang 'meminjam' sesuatu pada saya dibandingkan saya yg meminjam sesuatu pada orang lain.


Dari jaman TK sampai sekarang.


Tidak banyak sih yang saya ingat detailnya.


Ketika SD, yang paling saya ingat adalah teman saya bernama Lia. Waktu itu kami kelas 1-2 SD. Dua tahun se kelas. Dan selama itu, sering pula setiap istirahat dia pinjam uang saya karena dia jarang dapat uang jajan, dan kalau pun jajan, terkadang lebih sedikit dari saya. *atau jangan2 sebenarnya dia jajannya banyak, tapi dia bohongin saya? Maybe..*


Dan tahu? Waktu itu saya masih kecil...tidak begitu mengerti utang-mengutang. Ditambah dengan sifat pelupa saya, dan ditambah sifat 'tidak tegaan' dan 'tidak enak hati' saya...jadilah...dia terus2an pinjam uang, dan tidak pernah mengembalikannya..


Kalau saya nagih, ada saja alasannya, yang uangnya belum ada lah.. apa lah.. sampai akhirnya saya melupakannya dan mengikhlaskannya..


Begitu juga dengan barang. Saya sering kehilangan penghapus, penggaris, pensil,... tapi hilang bukan karena teledor, melainkan hilang karena tidak dikembalikan oleh yang meminjam...yang saya pun lupa siapa saja yang pinjam hingga tidak bisa menagihnya


Tragis.


Jadinya, saya dulu memang paling tidak betah punya barang. Baru beli, beberapa hari kemudian sudah hilang. Dalam setahun ada kali berpuluh kali saya beli pensil, penghapus, dan penggaris *lebay*


sampai mama saya suka mengomel, "Kenapa sih barang suka hilang? Coba barang itu dijaga baik2. Lihat saja..dulu waktu mama sekolah tuh penggaris dari kelas 1 sampai kelas 6, utuh. Nggak hilang dan nggak patah..."


Dan kalau sudah begini saya cuma speechless hehe. Untung selalu ada papa saya yang senang membela saya hehe.


Nah, nasib saya ini terus berlangsung ...


Kelas 3, 4, 5, dan 6 , SMP, dan SMA...selalu saja jadi tempat teman2 minta bantuan, apalagi kalau sudah uang..pasti lari ke saya



Saya jadi bingung, apakah di kening saya ini tertulis 'bank berjalan'?


Nah... saya pikir di kampus, tidak akan terjadi hal seperti itu-itu lagi.


Eh...ternyata tetap saja ada ya... saya benar-benar tidak bisa lepas dari masalah ini kayaknya.. heheh *meringis*. Seolah-olah ini memang sudah garisan nasib..


Sekarang ini, saya malah punya banyak (beberapa teman)yang bolak balik minjam uang ke saya.


Salah satunya adalah teman dekat saya *lagi*.


Yang satu, katakan lah, R. Dia teman satu jurusan, tapi tidak terlalu dekat dengan saya. Hm, dekat sih.. sering ngumpul bareng, tapi saya rasa kami tidak sedekat itu. (menurut saya dia bukan sahabat/teman dekat saya walau kami sering ngumpul bareng)


Kalau masalah curhat dan masalah2 berbau pribadi, dia lebih sering ngobrol ke temannya, tidak ke saya. Begitu juga saya, saya tidak pernah cerita2 masalah pribadi ke dia, paling hanya sebatas hal-hal umum saja yang saya dan dia bicarakan.


Tapi, anehnya.... suatu kali dia mendekati saya untuk curhat. Dia curhat masalah keluarga dan apa saja , membuat saya dalam hati terheran2. Tumben dia cerita ke saya?


Sampai pada akhirnya diai minjam uang 50.000, dengan alasan dia belum dikasih uang jajan, dan dia mau beli sesuatu barang 'penting' yang saya tidak tahu apakah itu. Saya tidak terlalu suka menanya2 hal-hal seperti itu, karena takut mengganggu privacynya. Jadi saya berikan saja tanpa banyak tanya.


Setiap saat dia selalu bilang akan ganti 'bulan depan'. Tapi begitu 'bulan depan' dia akan katakan lagi 'saya belum ada uang, ka. Bulan depan ya, saya janji.'


'bulan depan' kemudian ada lagi alasannya, sampai saya sendiri mulai malas menagih dan memutuskan untuk melupakannya saja.


Dan kemudian suatu kali dia cerita papanya kena PHK. Sudah 3 bulan tidak kerja, katanya. Dan dia butuh uang. 300.000.



Saya prihatin. Kasian sekali. Akhirnya saya pinjamkan, karena dia janji kalau 'pacarnya' gajian, dia akan ganti. Yang mana belum juga sampai sekarang diganti..


Teman dekat saya, katakan lah E, lebih parah lagi dari R. Setiap kali selalu dan selalu lari ke saya kalau butuh uang. Memangg minjamnya sedikit2, kadang 10000 saja, kadang 5000 saja, kadang malah cuma 2000 saja. Paling tinggi adalah 20000. Tapiiiii....kalau begitu terus hampir setiap hari, kalau dikumpul2 itu berapaaa totalnya??


Mungkin karena E ini bisa dibilang teman dekat saya, jadi dia tak segan2 sama saya. Terlebih saya orangnya juga tidak bisa tegas kali ya?


Teman2 yang lain pun senang sekali 'meminjam' pulsa handphone. Terlebih beberapa diantara mereka tahu kalau saya pakai kartu prabayar. Makin getol saja mereka minjam tiap hari untuk nelpon.


Tapi memang kadang saya juga sih yang menyuruh mereka untuk nelpon. Kalau mereka minta pinjam untuk SMS, Saya izinkan mereka pakai hp saya. "Telpon aja sekalian, susah nanti kalo SMS," kata saya.



Maksud hati karena saya mau cepat selesai urusannya. Kalau SMS kan nanti bolak balik mulu pinjam hp untuk balas-balasan . Jadi mendingan langsung telpon.


Saya sih bukannya nggak ikhlas...cuma heran saja.. sering banget mereka yang minjam2 itu (barang, uang, atau pulsa) adalah orang2 yg tidak begitu dekat dengan saya. Misalnya, kalau urusan jalan, shopping, atau menggosip, mereka lebih senang sama teman2 mereka. Tapi giliran minjam2, uang, barang, dan pulsa.. larinya ke saya. Why???


Ini memang bukan kali pertama teman2 saya meminjam uang saya. Sebelumnya, memang banyak yang meminjam sejumlah uang yang nominalnya cukup besar. walau sampai sekarang, yang bisa mereka kembalikan baru setengah dari jumlah yang mereka pinjam. Beberapa kali sempat saya tanyakan, tapi melihat keadaan, kadang saya jadi ga tega. Sampai akhirnya seperti biasa saya belajar mengikhlaskan saja dan berpikir, "Alhamdulillah kalo dia bisa bayar, tapi jangan berharap terlalu banyak, deh. Ikhlaskan saja. Insya Allah nanti ada gantinya yang lebih baik.."


Saya bukan orang yang bisa bilang TIDAK. Dalam banyak hal, rasa iba lebih sering mengalahkan logika & keputusan saya. Hanya saja, belakangan ini saya merasa 'sedikit' dimanfaatkan. Entahlah, mungkin saya suuzon *astaghfirullah*, hanya saja melihat dari betapa seringnya mereka meminta tolong pada saya, sementara saya tau, kalau mereka sedang senang mereka tidak dengan saya dan lebih dekat dengan teman2nya yg lain, tapi giliran sedang susah malah saya yang didekatin. Mungkin karena 'mereka' tau, kalo saya paling ga bisa menolak.


hm...


Dan kata2 yang paling menohok adalah kata2 dari teman saya bernama M. M ini adalah teman dekat saya, dan juga teman dekat beberapa orang yang di atas (yang saya bilang sering minjam2 ke saya). Kemarin ketika kami sedang ngobrol berdua di rumah saya, sampailah kami pada pembicaraan soal 'pinjam'.


Karena kemarin, ketika kami asyik ngobrol..mendadak ada SMS masuk dari R *lagi*. Dan kebetulan M membaca SMS itu dan M kaget. "Ka, si R mau pinjam uang 500.000???"


Saya yang sudah biasa dengan R ini sih hanya santai. Sementara M tak percaya. "Banyak betul?? Kenapa?"


Akhirnya kami jadi bicara ngalor ngidul, dan saya curhat kalau saya agak kesal juga sama R karena senang minjam tapi tidak pernah kembalikan. Saya juga curhat tentang teman2 yg lain. Sampai akhirnya M nyeletuk.. "Kamu sadar nggak sih? Kalau mereka itu cuma memanfaatkan fasilitasmu?"


Saya diam.


Saya diam karena sebenarnya selama ini saya juga tahu itu, tapi tidak mau menyadari. Dan kini ada orang yang mengatakan itu di depan saya, membuat saya jadi sadar kalau...ah..ternyata benar. Ini nyata. Saya cuma dimanfaatin.


M: "aku bukannya mau fitnah atau apa... tapi aku kasih tau gini juga..karena aku bisa liat sendiri. Kamu liat kan? Kalau mereka sedang susah aja apa2 larinya ke kamu. Itu karena mereka lihat kamu punya fasilitas lebih dari mereka. Dan kamu juga...terlalu baik *?*, Ka... makanya mereka jadi tidak segan2.."


Lalu pembicaraan kami tiba2 berubah haluan ke seorang teman. Sebut saja namanya Dilla. Dulu dia adalah teman kami juga, hanya saja dia keluar dari kampus, karena tidak kuat di farmasi *tidak kuat bergadang mengerjain laporan hehe*. Dilla ini anaknya tajir . keliatan banget memang. Sepertinya sih paling tajir di kelas kami waktu itu. Anaknya juga modis banget. Make upnya menor hehe. Tapi dia baiikkk banget


Dia seorang model.



Tapi entah kenapa sejak pertama kali dia masuk kuliah, tidak ada yang berteman dekat dengannya. Tidak menjauhi sih, tapi tidak juga berteman dekat. Setiap hari di kampus saya selalu lihat dia duduk sendirian. Tidak ada yang mengajaknya mengobrol. Kadang dia coba nimbrung..tapi teman2 cenderung ngomongin sesuatu yang tidak dia mengerti. Pokoknya kelihatan banget deh tidak ada yang niat jadi teman dekat dengannya. Akhirnya karena tidak enak, kadang saya selalu ngajak dia gabung dengan teman2 saya.


Tapi sepertinya saya ngerti sih kenapa banyak yang tidak bisa dekat dengan dia.. karena saya sendiri pun tidak bisa dekat dengannya


Habisnya kadang kalau saya ajak bicara, pembicaraan kami suka tidak nyambung hehe. Maklum lah...saya kan anaknya rada2 katro..hehe..sedangkan dia modis banget. Aku jadi merasa kebanting setiap dekat dengannya heheh, jadi rada2 canggung juga ngobrol dengan dia. Tapi dia anaknya baiikkkk banget, dan sangat ramah .


Yang saya suka kasihan.. teman2 ngedeketin Dilla cuma kalau dia lagi bawa barang2 bagus, misalnya HP keren, laptop, atau apa lah.. Kelihatan banget dia cuma dimanfaatkan..karena dia dideketin cuma kalau lagi dibutuhin barangnya saja. Kalau sedang nggak dibutuhin, ya dilupakan..


Sekarang Dilla sudah tidak ada.



Nah..sekarang, mengingat kasus Dilla dan juga kata2 Mia.. saya jadi berpikiran yang macam2.

Mungkin saya memang suuzon, tapi kalo bolak balik pinjem apa2 selalu ke saya, wajar ga ya kalo saya merasa dimanfaatkan?


Sakit hati..



Rasanya hatiku selalu sakiiiitttt banget kalau ingat betapa banyak buku-buku (novel, komik, majalah, dll) yang hilang.

Dan hilangnya itu bukan karena aku teledor, tapi karena orang yang minjam menghilangkannya atau tidak mengembalikannya.

Setiap mengingat hal ini aku rasanya sakit hati banget. Walau terkadang aku hanya tersenyum manis dan berkata pada orang itu (yang menghilangkan buku-ku), "nggak apa-apa."

Itu sebenarnya bukan suara hatiku sebenarnya.

Oke, katakan lah aku munafik..

Tapi nyatanya aku memang tidak ikhlas.. Walau begitu aku juga berusaha baik dan mengikhlaskannya. Tapi mau bagaimana? Sudut hati terdalam rasanya masih tidak rela..

selalu mau menangis kalau ingat

katakan lah aku berlebihan, karena menangis cuma karena sebuah buku.

Tapi aku sungguh tidak rela.


pernah ada dialog seperti ini:

A: Maaf ya, bukumu hilang..

aku: Hah?

A: Aku ganti, deh.. berapa?

aku: ...*spechless*.. ngg...nggak usah.. nggak apa2.


see?

katakan lah aku bodoh dan munafik.

Dalam hati aku sangat tidak rela, tapi di mulut aku berkata lain. Tapi aku mau minta ganti juga tidak enak hati. Dan menurut aku, harusnya mereka yang harus bertanggung jawab itu mustinya sadar diri. Kenapa harus bertanya, 'aku ganti, deh... berapa?' . Tentu saja aku yang suka 'tidak enak hati' dan 'tidak tega', dan 'bodoh' ini akan menjawab 'tidak usah. nggak apa2 kok.'

Harusnya mereka menggantinya tanpa harus bertanya lagi padaku (atau pada siapa pun itu yang barangnya mereka hilang kan).

Dan aku juga selalu sakit hati kalau baru menyadari sekarang bahwa ada novel2 atau buku2 ku yang tiba2 hlang tanpa aku sadari. Aku menyadarinya saat hendak membaca lagi buku itu. Dan setelah aku ingat2...aku sama sekali tidak ingat siapa yang meminjam buku-yang-sudah-hilang-entah-kemana itu

Oke... aku adalah Miss. Pikun. Siapa sih yang tidak tahu kalau aku sudah terkenal dengan gelar itu?

Dan aku benciiii banget sama sifatku yang satu itu hiks..

Aku ini pelupa. Dan aku jadi sering lupa, siapa saja yang meminja barangku..dan barang apa saja yang dipinjam..

Sifat buruk ini membuatku jadi sering kehilangan barang karena aku lupa menagih kembali barang yang dipinjam ...hiks..

Rasanya hati ini sakiiit banget...

aku kecewa pada orang2 yang meminjam barangku tapi tidak mengembalikannya, dan mereka memanfaatkan sifat pelupa ku ini

Yah...aku nggak su'udzon kok. Dari dulu memang teman2 senang banget memanfaatkan sifat pelupaku ini. Mereka akan meminjam barang padaku, dan begitu tahu aku melupakannya, maka mereka akan bersikap lupa juga, seolah2 sama sekali tidak pernah meminjam apapun dari aku.

Dan suatu saat begitu aku sudah ingat, kejadian itu sudah lama berlalu, dan mereka akan menjawab tegas, "aku sudah kembalikan kok dulu..waktu bla-bla-bla.."

Yang mana sebenarnya mereka belum kembalikan. Tapi mereka tahu aku akan percaya pada omongan mereka.



Jelas saja aku percaya. Aku kan pelupa. Saat mereka berkata seperti itu, dengan bodohnya aku berpikir, 'oh iya..mereka sepertinya sudah kembalikan..'

Bodohnya aku

Sakit hati banget deh kalau diingat-ingat lagi..





Rasanya hatiku selalu sakiiiitttt banget kalau ingat betapa banyak buku-buku (novel, komik, majalah, dll) yang hilang.

Dan hilangnya itu bukan karena aku teledor, tapi karena orang yang minjam menghilangkannya atau tidak mengembalikannya.

Setiap mengingat hal ini aku rasanya sakit hati banget. Walau terkadang aku hanya tersenyum manis dan berkata pada orang itu (yang menghilangkan buku-ku), "nggak apa-apa."

Itu sebenarnya bukan suara hatiku sebenarnya.

Oke, katakan lah aku munafik..

Tapi nyatanya aku memang tidak ikhlas.. Walau begitu aku juga berusaha baik dan mengikhlaskannya. Tapi mau bagaimana? Sudut hati terdalam rasanya masih tidak rela..

selalu mau menangis kalau ingat

katakan lah aku berlebihan, karena menangis cuma karena sebuah buku.

Tapi aku sungguh tidak rela.


pernah ada dialog seperti ini:

A: Maaf ya, bukumu hilang..

aku: Hah?

A: Aku ganti, deh.. berapa?

aku: ...*spechless*.. ngg...nggak usah.. nggak apa2.


see?

katakan lah aku bodoh dan munafik.

Dalam hati aku sangat tidak rela, tapi di mulut aku berkata lain. Tapi aku mau minta ganti juga tidak enak hati. Dan menurut aku, harusnya mereka yang harus bertanggung jawab itu mustinya sadar diri. Kenapa harus bertanya, 'aku ganti, deh... berapa?' . Tentu saja aku yang suka 'tidak enak hati' dan 'tidak tega', dan 'bodoh' ini akan menjawab 'tidak usah. nggak apa2 kok.'

Harusnya mereka menggantinya tanpa harus bertanya lagi padaku (atau pada siapa pun itu yang barangnya mereka hilang kan).

Dan aku juga selalu sakit hati kalau baru menyadari sekarang bahwa ada novel2 atau buku2 ku yang tiba2 hlang tanpa aku sadari. Aku menyadarinya saat hendak membaca lagi buku itu. Dan setelah aku ingat2...aku sama sekali tidak ingat siapa yang meminjam buku-yang-sudah-hilang-entah-kemana itu

Oke... aku adalah Miss. Pikun. Siapa sih yang tidak tahu kalau aku sudah terkenal dengan gelar itu?

Dan aku benciiii banget sama sifatku yang satu itu hiks..

Aku ini pelupa. Dan aku jadi sering lupa, siapa saja yang meminja barangku..dan barang apa saja yang dipinjam..

Sifat buruk ini membuatku jadi sering kehilangan barang karena aku lupa menagih kembali barang yang dipinjam ...hiks..

Rasanya hati ini sakiiit banget...

aku kecewa pada orang2 yang meminjam barangku tapi tidak mengembalikannya, dan mereka memanfaatkan sifat pelupa ku ini

Yah...aku nggak su'udzon kok. Dari dulu memang teman2 senang banget memanfaatkan sifat pelupaku ini. Mereka akan meminjam barang padaku, dan begitu tahu aku melupakannya, maka mereka akan bersikap lupa juga, seolah2 sama sekali tidak pernah meminjam apapun dari aku.

Dan suatu saat begitu aku sudah ingat, kejadian itu sudah lama berlalu, dan mereka akan menjawab tegas, "aku sudah kembalikan kok dulu..waktu bla-bla-bla.."

Yang mana sebenarnya mereka belum kembalikan. Tapi mereka tahu aku akan percaya pada omongan mereka.



Jelas saja aku percaya. Aku kan pelupa. Saat mereka berkata seperti itu, dengan bodohnya aku berpikir, 'oh iya..mereka sepertinya sudah kembalikan..'

Bodohnya aku

Sakit hati banget deh kalau diingat-ingat lagi..



Kamis, 01 Maret 2012

ada yang tau bagaimana cara ngatur wordpress?

kalau ada yang tau, mampir ke sini dong koment T__T

aku mau tanya2 hehehe

aku udha punya wordpress tapi aku sama sekali ga tau caranya -__-"

bagaimana cara ngatur nya dll nya -__-"

kalau ada yang tau, mampir ke sini dong koment T__T

aku mau tanya2 hehehe

aku udha punya wordpress tapi aku sama sekali ga tau caranya -__-"

bagaimana cara ngatur nya dll nya -__-"

 
Miss's WORLD! Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template