Pkl 5:02 AM
Itu adalah pukul/waktu dimana aku memu ‘beginian’, dalam keadaan mata basah karena dikucek-kucek terus, ngantuk soalnya. :p
Iya… Habis sholat Shubuh tadi, aku memutuskan untuk tidur lagi (jangan ditiru :p) soalnya masih kangeeennn banget dengan bantal, huhu. Tapi, ketika sudah berbaring dengan nyaman di tempat tidur, tahu-tahu pikiranku jadi melayang ke sana kemari. Ya, memang seperti itu sih, kalau aku sedang sendirian dan nggak sedang dalam kegiatan apa-apa, aku jadi suka mikir kemana-mana. Tentang bagaimana kehidupanku sekarang, keadaan orang tuaku, masalah-masalah yang kuhadapi, dan sebagainya..
Termasuk soal ‘dia’.
‘Dia’ itu sudah tidak perlu lagi ditanyakanlah.. :p, setiap orang pasti punya si ‘dia’ di hatinya ya kan? Sudah tidak bisa dihindari lagi hal yang satu ini.. :)
Tapi yang ingin aku fokuskan di sini bukan tentang dia >.< . Melainkan tentang pemikiran kehidupan yang lain.
Hum…jadi yang paling aku pikirkan tadi (setengah jam-an yang lalu) adalah bagaimana caranya agar kelak aku menjadi Istri dan Ibu yang baik.
Duh…belum apa-apa sudah mikir ke situ ya? Hehehe. Bukannnn! Bukan karena aku sudah punya ‘calonnya’ atau pun sudah berencana untuk menikah dalam waktu dekat! :/
Sama sekali bukan seperti ituuuu.
Aku bisa terpikirkan sampai ke situ, disebabkan semalam aku nonton video-video acara MasterChef Season 2 yang aku download dari Youtube. Fyi, aku ini suka banget melihat acara masak-masakkan yang seperti itu. Aku juga suka membaca resep-resep. Tapiiii….aku sama sekali tidak bisa mempraktekkannya, walau aku suka. :/
Yah, aku suka masak, tapi tidak bisa masak. :/
Aneh kan?
Seseorang pernah mengatakan kalau ‘aku aneh’ karena mengaku suka masak, tapi tidak bisa masak. Huhu..
*Perut krucuk-krucuk*
Duh, jam segini, perut kadang memang tidak mau tahu waktu ya.. :/ Sempat-sempatnya minta jatah makan saat orang lagi sibuk mengetik, plus… ini jam segini mau makan apa coba??
Baiklah… saya bikin mie goreng dulu sebentar ya. *pergi bikin mie goreng, meninggalkan laptop yang dalam keadaan nyala begitu saja*
……
Lanjut… *baru selesai masak mie goreng, dan ditinggalkan begitu saja di atas panci, nunggu dingin*
Nah, terbukti kan kalau aku tidak bisa masak? Aku itu seringnya cuma ngandelin Mie goreng, atau Mie kuah pakai telur ceplok kalau lagi kelaperan kepepet kayak gini. Sama sekali nggak bergizi…hihi :p
Tapi, aku suka masak. Dan aku bisa merasakan itu sejak kecil. Aku punya kecenderungan tertarik kalau melihat orang masak, dan punya keinginan untuk memasak setiap melihat resep-resep.
Hanya saja… yah itu lah, mungkin faktor pertumbuhan dan keadaan lingkungan kali ya, membuat aku jadi MALAS untuk mencoba masak dan jadinya sama sekali tidak bisa masak *nyalahin faktor keadaan :p* *Nggak mau nyalahin diri sendiri, haha*
Karena jujur saja, dari kecil sampai segede ini, aku di rumah nyaris tidak pernah nyentuh dapur. Jangankan nyentuh dapur, nyentuh cucian piring saja harus pakai disuruh atau diomel-omelin dulu sama Ibu, baru deh ini kaki dan tangan mau bergerak.
Yah…nyentuh sih pernah, tapi kalau dihitung berapa kalinya itu… paling hanya sekitar 0,00000001%, selama aku hidup.
Dan itu juga aku kalau masak seringnya cuma masak sayur yang ditumis (kangkung, bayam, sawi, kol, atau apapun itu, asal ditumis aku bisa ngolahnya), sayur bening, sayur sop, dan juga cuma goreng tempe, atau tumis tempe-tahu pakai kecap. Yah, masakan yang standar banget. T^T
Tapi, kalau sudah yang namanya goreng ikan dan ayam? Aku angkat tangan, deh!
Seriussss, aku paling takut goreng ‘mereka’. Kadang saja, goreng tempe, atau bikin telur ceplok, aku masih takut. Dan biasanya cara aku masak telur ceplok tuh aneh T^T.
Pertama, panasin minyak dulu, kan? Nah, begitu minyak sudah panas, aku matikan kompornya. Baru deh, aku nyemplungin telur. Setelah itu nyalain lagi kompornya, dan kasih bumbu,lalu matikan lagi kompornya, dan balik deh itu telur, kemudian nyalain lagi. Huhuhu, begitulah. Aneh kan? ;p Untungnya yang dipakai tuh kompor gas. Coba kalau kompor minyak? Mana bisa mati-hidup-in kompor sesuka hati kayak gitu >.<
Itu baru masak telur ceplok. Bagaimana kalau goreng ayam, dan ikan?? Wah,.. jauuuhhhh lebih aneh lagi!
Aku kudu megang ujung sendok penggorengan (di ujuuuunggg banget), dan harus berjarak kira-kira selengan aku dari wajan penggorengan. Sebisa mungkin aku menjaga jarak pokoknya. Jadi, sambil jauh-jauh dari wajan, aku juga ngulurin tangan sepanjang mungkin sambil megang sendok penggorengannya di ujungggg banget, untuk balik-balik ikan/ayam.. :p
Nggak usah dibayangkan ya, caraku menggoreng itu memang sangat aneh. Aku akuin itu. -_-
Tapi, semua keanehanku itu semata-mata karena takut keciprat minyak! Dulu saat pertama kali belajar masak yang bagian goreng-menggoreng, aku pernah keciprat minyak panas di mata (serta di bagian muka lainnya). Perih, pedis, sakit, dan aku jadi rada trauma.. :(
Dulu, pernah dipaksa Ibu menggoreng ayam, karena benar-benar gawat darurat saat itu. Waktu itu Ibu sedang menggoreng ayam, baru sebentar di depan kompor, eh ada tamu datang nyari Ibu. Mau tak mau Ibu harus ninggalin si ayam yang baru separuh matang. Mestinya sih bisa saja Ibu matikan kompornya, tapi Ibu malah maksa aku gantiin tugasnya. Akhirnya….berbekal jaket, dan helm, aku pun mulai menggoreng. Dan dengan cara ini, memang aman terkendali. Tapi, kan…. masa iya seumur hidup aku harus menggoreng dengan kostum seperti itu?? Helm + Jaket? Nggak banget, kan? -__-
Ini lah yang aku bayangkan dan pikirkan. Bagaimana nasib ‘suami’ dan ‘anak’ku kelak kalau aku begini? Begini yang dalam arti, sama sekali tidak bisa masak.. :/
Iseng aku coba blogwalking, baca-baca blog orang yang punya nasib sama seperti aku, ‘tidak bisa masak’, hahaha. Dan…ternyata banyaaaakkkk banget yang baru nikah tapi sama sekali nggak bisa masak. Dan membaca pengalaman mereka ‘memasak pertama kali untuk suami’ itu sungguh lucu, hehehe. Tapi, aku salut karena mereka semua pada akhirnya sama-sama merasakan bahwa ‘memasak itu ternyata menyenangkan’.
Dan ini membuatku semakin terpacu ingin belajar masak, cuma bingung bagaimana cara memulainya. Saat ini yang paling aku ingin adalah belajar mengolah daging dan udang. Karena kedua benda itu adalah makanan kesukaanku, tapi aku tak pernah tahu bagaimana cara mengolahnya. Memasaknya bisa, tapi membersihkannya sebelum dimasak itu loh yang ….rumit :/ .
Gara-gara blogwalking soal ‘orang-orang yang tidak bisa memasak walau sudah menikah’ itu, mengantarkan aku pada sebuah blog yang postingannya begitu ‘sweet’ menurutku. :’)
Tentang pengantin baru yang menikah padahal masih kuliah dan belum punya perkerjaan tetap. Perkiraanku umur mereka sepertinya sekitar 20-21 an ya…
Wah, lihat, masih muda sekali, kan?
Tapi, mereka berani mengambil keputusan untuk melaksanakan salah satu ibadah dalam agama ini. :’)
Yang lebih ‘sweet’ lagi adalah mereka menikah dengan menjalankan ta’aruf, dan proses agamis lainnya. Sungguh ‘sweet’.. :’)
Dan yang bikin aku terhenyak sejenak, saat diceritakan bahwa ‘kenapa’ si perempuan berani mengambil keputusan menikah, dengan keadaan yang sepertinya masih belum mapan? Terlebih dilihat dari usianya juga yang masih sangat muda itu (kira-kira sepantaranku). Dan jawabannya?
‘Kan sudah ada calonnya..’
Yang dimaksudkan, kalau sudah ada calonnya dikirimkan Tuhan, kenapa lagi harus menunda-nunda dengan berbagai alasan? Sementara kalau tidak salah dalam sebuah hadis ada berbunyi, ‘menikahlah kalau memang sudah waktunya dan kau merasa mampu’. Dan sesungguhnya menikah itu adalah sebuah ibadah kan? Dan niat baik untuk beribadah akan lebih baik lagi kalau segera dilakukan. Kalau semakin cepat dilakukan semakin baik, untuk apa ditunda-tunda?
Aku akuin banyak orang yang selalu beralasan belum menikah karena ‘belum lulus kuliah, masih ingin berkarir dulu, masih fokus dikerjaan, belum siap secara financial, dll dkk..’ Padahal kalau berbicara tentang kemapanan dan usia, itu kan sudah menjadi rahasia illahi. Jadi, sebenarnya tak patut juga niat ‘beribadah’ karena Allah SWT ini ditunda-tunda hanya karena alasan-alasan tersebut.
Aku pun pernah mendengar sebuah ceramah (lupa darimana), bahwa menikahlah bila sudah merasa mampu, dan juga untuk menjauhi perbuatan zina dan fitnah yang tidak diinginkan. Masalah rezeki? Itu sudah diatur oleh Tuhan, dan kita cukup meyakini dan percaya padanya. Selama kita masih di jalan Allah, tentu kita pun InsyaAllah diberikan kemudahan menjalaninya.. :)
Dan di sini aku langsung teringat pada diriku sendiri.
Selama ini aku selalu saja begitu memuja seorang lelaki. Apakah itu pantas?
Selama ini aku selalu saja mengeluh tentang perasaanku, atau….istilah zaman sekarang ‘galau’. Btw, kalau menurutku galau dan mengeluh itu dua hal yang berbeda, sih.
Dan entah kenapa aku pun seperti merasa tak pantas untuk mencintai seseorang…termasuk ‘dia’.
Aku tiba-tiba saja teringat bagaimana ‘buruk’nya diriku, dan juga bagaimana latar belakang keluargaku. Bukannya aku tidak mensyukuri apa yang aku miliki sekarang, jujur saja aku bersyukur banget. Dan insyaAllah aku cukup bahagia dengan keadaan yang seperti ini (walau ada sedikit masalah, tapi manusia mana sih yang tak lepas dari masalah). :’)
Hanya saja, belum tentu ‘dia’ bisa menerima apa yang aku miliki seperti bagaimana aku mensyukurinya, kan?
Karena itu lah aku merasa tak pantas untuk menyayanginya. Dan karena itu juga sejak sebulan-an yang lalu aku sudah memutuskan untuk melepaskan perasaan sayangku padanya, karena sadar dengan keadaan diriku yang begitu berbeda dengannya.
Sekali lagi aku tegaskan, bukannya aku tidak bersyukur atau pun minder dengan keadaanku, namun aku hanya mencegah perasaanku sebelum tersakiti lebih jauh. Yaitu, dengan cara memutuskan melepaskannya (yang bahkan tak pernah kumiliki). Karena aku sadar, begitu banyak perbedaan dari kita berdua, dan aku merasa aku berserta latar belakang keluargaku bukan lah criteria-alasania idamkan.
Dia layak dicintai oleh gadis yang jauuuhhhh lebih baik dariku.
Aku ini apalah?
Setelah aku merenung, ternyata begitu banyak bertumpuk keburukan dan kekuranganku.
Aku tidak bisa masak, aku bukan orang yang bisa mengerti dirinya (mungkin), latar belakang keluargaku yang berbanding terbalik dengannya, dan juga ada satu hal condition yang tidak dia ketahui tentang diriku, dan kalau pun dia tahu aku rasa dia tidak akan bisa menerimanya. Dan satu lagi yang terpenting dari semua POINT sebelumnya, dia tidak memiliki perasaan yang sama sepertiku.
Setelah semua dari itu… aku pun semakin mantap untuk melepaskannya, walau ada perasaan tak rela. Tapi, memang dalam hidup itu kita terkadang harus berhenti menggenggam pada sesuatu yang bukan diperuntukkan untuk kita, kan? Kita juga terkadang harus belajar merelakan sesuatu untuk dilepas, walau hati kita sebenarnya tak ingin melakukan itu.
-Sempat aku menangis saat memikirkan ini… Karena semakin ke sini aku semakin tersadar (bagai ditampar), bahwa aku memang tak pantas untuk dia. Aku tidak layak.
Seperti hari-hari sebelumnya, aku pun masih berpikir, sebenarnya untuk apa aku diperkenalkan dengan dia, kalau pada akhirnya semua terjadi tidak seperti yang aku inginkan?
Walau aku tahu, Tuhan pasti punya rencana yang kita tak pernah tahu. Semua kejadian di dunia ini pasti ada sebab-akibatnya, yang lagi-lagi hanya Tuhan yang tahu. Tak seharusnya aku meragukan dengan pertanyaan ‘untuk apa’. Bagaimana mungkin aku meragukanNya yang begitu MAHA, menciptakan langit dan bumi, makhluk berserta alam semestanya.
Dan aku juga percaya, ketika kita dijauhi dengan orang yang kita sayang, entah itu disebabkan jarak, waktu, ataupun kondisi dan keadaan, pasti karena dia bukan lah yang terbaik untuk kita. Tuhan yang Maha Tahu, telah mengatur semuanya. Tuhan menyiapkan seseorang untukku yang jauh lebih dari dia, walau mungkin belum dipertemukan denganku. Aku percaya itu. :)
Akan ada seseorang yang bisa menyayangiku dengan tulus. Kelak.
Dan memang nggak muluk-muluk, hanya satu ‘hal’ itu lah yang aku inginkan dari pasangan hidupku nanti, entah siapa pun dia. Karena hanya dengan satu hal ini, menyayangiku dengan tulus, maka dia akan menerima segalanya yang ada pada diriku –apa adanya. Dan dia tentu akan melakukan hal yang terbaik untuk membuatku bahagia, sama seperti aku akan berusaha sebaik mungkin membuatnya nyaman, insyaAllah. Amien… :)
Waduh, makin ke sini pembicaraan mulai kemana-mana, sampai ngomongin pasangan hidup segala.. :’)
Ini sebenarnya hanya wujud dari kegalauanku, dan aku sedang menghibur diriku sendiri. Hehe. Jadi, harap maklum kalau tulisan ini berantakan dan ‘ngalor ngidul’. x)
Pkl 5:02 AM
Itu adalah pukul/waktu dimana aku memu ‘beginian’, dalam keadaan mata basah karena dikucek-kucek terus, ngantuk soalnya. :p
Iya… Habis sholat Shubuh tadi, aku memutuskan untuk tidur lagi (jangan ditiru :p) soalnya masih kangeeennn banget dengan bantal, huhu. Tapi, ketika sudah berbaring dengan nyaman di tempat tidur, tahu-tahu pikiranku jadi melayang ke sana kemari. Ya, memang seperti itu sih, kalau aku sedang sendirian dan nggak sedang dalam kegiatan apa-apa, aku jadi suka mikir kemana-mana. Tentang bagaimana kehidupanku sekarang, keadaan orang tuaku, masalah-masalah yang kuhadapi, dan sebagainya..
Termasuk soal ‘dia’.
‘Dia’ itu sudah tidak perlu lagi ditanyakanlah.. :p, setiap orang pasti punya si ‘dia’ di hatinya ya kan? Sudah tidak bisa dihindari lagi hal yang satu ini.. :)
Tapi yang ingin aku fokuskan di sini bukan tentang dia >.< . Melainkan tentang pemikiran kehidupan yang lain.
Hum…jadi yang paling aku pikirkan tadi (setengah jam-an yang lalu) adalah bagaimana caranya agar kelak aku menjadi Istri dan Ibu yang baik.
Duh…belum apa-apa sudah mikir ke situ ya? Hehehe. Bukannnn! Bukan karena aku sudah punya ‘calonnya’ atau pun sudah berencana untuk menikah dalam waktu dekat! :/
Sama sekali bukan seperti ituuuu.
Aku bisa terpikirkan sampai ke situ, disebabkan semalam aku nonton video-video acara MasterChef Season 2 yang aku download dari Youtube. Fyi, aku ini suka banget melihat acara masak-masakkan yang seperti itu. Aku juga suka membaca resep-resep. Tapiiii….aku sama sekali tidak bisa mempraktekkannya, walau aku suka. :/
Yah, aku suka masak, tapi tidak bisa masak. :/
Aneh kan?
Seseorang pernah mengatakan kalau ‘aku aneh’ karena mengaku suka masak, tapi tidak bisa masak. Huhu..
*Perut krucuk-krucuk*
Duh, jam segini, perut kadang memang tidak mau tahu waktu ya.. :/ Sempat-sempatnya minta jatah makan saat orang lagi sibuk mengetik, plus… ini jam segini mau makan apa coba??
Baiklah… saya bikin mie goreng dulu sebentar ya. *pergi bikin mie goreng, meninggalkan laptop yang dalam keadaan nyala begitu saja*
……
Lanjut… *baru selesai masak mie goreng, dan ditinggalkan begitu saja di atas panci, nunggu dingin*
Nah, terbukti kan kalau aku tidak bisa masak? Aku itu seringnya cuma ngandelin Mie goreng, atau Mie kuah pakai telur ceplok kalau lagi kelaperan kepepet kayak gini. Sama sekali nggak bergizi…hihi :p
Tapi, aku suka masak. Dan aku bisa merasakan itu sejak kecil. Aku punya kecenderungan tertarik kalau melihat orang masak, dan punya keinginan untuk memasak setiap melihat resep-resep.
Hanya saja… yah itu lah, mungkin faktor pertumbuhan dan keadaan lingkungan kali ya, membuat aku jadi MALAS untuk mencoba masak dan jadinya sama sekali tidak bisa masak *nyalahin faktor keadaan :p* *Nggak mau nyalahin diri sendiri, haha*
Karena jujur saja, dari kecil sampai segede ini, aku di rumah nyaris tidak pernah nyentuh dapur. Jangankan nyentuh dapur, nyentuh cucian piring saja harus pakai disuruh atau diomel-omelin dulu sama Ibu, baru deh ini kaki dan tangan mau bergerak.
Yah…nyentuh sih pernah, tapi kalau dihitung berapa kalinya itu… paling hanya sekitar 0,00000001%, selama aku hidup.
Dan itu juga aku kalau masak seringnya cuma masak sayur yang ditumis (kangkung, bayam, sawi, kol, atau apapun itu, asal ditumis aku bisa ngolahnya), sayur bening, sayur sop, dan juga cuma goreng tempe, atau tumis tempe-tahu pakai kecap. Yah, masakan yang standar banget. T^T
Tapi, kalau sudah yang namanya goreng ikan dan ayam? Aku angkat tangan, deh!
Seriussss, aku paling takut goreng ‘mereka’. Kadang saja, goreng tempe, atau bikin telur ceplok, aku masih takut. Dan biasanya cara aku masak telur ceplok tuh aneh T^T.
Pertama, panasin minyak dulu, kan? Nah, begitu minyak sudah panas, aku matikan kompornya. Baru deh, aku nyemplungin telur. Setelah itu nyalain lagi kompornya, dan kasih bumbu,lalu matikan lagi kompornya, dan balik deh itu telur, kemudian nyalain lagi. Huhuhu, begitulah. Aneh kan? ;p Untungnya yang dipakai tuh kompor gas. Coba kalau kompor minyak? Mana bisa mati-hidup-in kompor sesuka hati kayak gitu >.<
Itu baru masak telur ceplok. Bagaimana kalau goreng ayam, dan ikan?? Wah,.. jauuuhhhh lebih aneh lagi!
Aku kudu megang ujung sendok penggorengan (di ujuuuunggg banget), dan harus berjarak kira-kira selengan aku dari wajan penggorengan. Sebisa mungkin aku menjaga jarak pokoknya. Jadi, sambil jauh-jauh dari wajan, aku juga ngulurin tangan sepanjang mungkin sambil megang sendok penggorengannya di ujungggg banget, untuk balik-balik ikan/ayam.. :p
Nggak usah dibayangkan ya, caraku menggoreng itu memang sangat aneh. Aku akuin itu. -_-
Tapi, semua keanehanku itu semata-mata karena takut keciprat minyak! Dulu saat pertama kali belajar masak yang bagian goreng-menggoreng, aku pernah keciprat minyak panas di mata (serta di bagian muka lainnya). Perih, pedis, sakit, dan aku jadi rada trauma.. :(
Dulu, pernah dipaksa Ibu menggoreng ayam, karena benar-benar gawat darurat saat itu. Waktu itu Ibu sedang menggoreng ayam, baru sebentar di depan kompor, eh ada tamu datang nyari Ibu. Mau tak mau Ibu harus ninggalin si ayam yang baru separuh matang. Mestinya sih bisa saja Ibu matikan kompornya, tapi Ibu malah maksa aku gantiin tugasnya. Akhirnya….berbekal jaket, dan helm, aku pun mulai menggoreng. Dan dengan cara ini, memang aman terkendali. Tapi, kan…. masa iya seumur hidup aku harus menggoreng dengan kostum seperti itu?? Helm + Jaket? Nggak banget, kan? -__-
Ini lah yang aku bayangkan dan pikirkan. Bagaimana nasib ‘suami’ dan ‘anak’ku kelak kalau aku begini? Begini yang dalam arti, sama sekali tidak bisa masak.. :/
Iseng aku coba blogwalking, baca-baca blog orang yang punya nasib sama seperti aku, ‘tidak bisa masak’, hahaha. Dan…ternyata banyaaaakkkk banget yang baru nikah tapi sama sekali nggak bisa masak. Dan membaca pengalaman mereka ‘memasak pertama kali untuk suami’ itu sungguh lucu, hehehe. Tapi, aku salut karena mereka semua pada akhirnya sama-sama merasakan bahwa ‘memasak itu ternyata menyenangkan’.
Dan ini membuatku semakin terpacu ingin belajar masak, cuma bingung bagaimana cara memulainya. Saat ini yang paling aku ingin adalah belajar mengolah daging dan udang. Karena kedua benda itu adalah makanan kesukaanku, tapi aku tak pernah tahu bagaimana cara mengolahnya. Memasaknya bisa, tapi membersihkannya sebelum dimasak itu loh yang ….rumit :/ .
Gara-gara blogwalking soal ‘orang-orang yang tidak bisa memasak walau sudah menikah’ itu, mengantarkan aku pada sebuah blog yang postingannya begitu ‘sweet’ menurutku. :’)
Tentang pengantin baru yang menikah padahal masih kuliah dan belum punya perkerjaan tetap. Perkiraanku umur mereka sepertinya sekitar 20-21 an ya…
Wah, lihat, masih muda sekali, kan?
Tapi, mereka berani mengambil keputusan untuk melaksanakan salah satu ibadah dalam agama ini. :’)
Yang lebih ‘sweet’ lagi adalah mereka menikah dengan menjalankan ta’aruf, dan proses agamis lainnya. Sungguh ‘sweet’.. :’)
Dan yang bikin aku terhenyak sejenak, saat diceritakan bahwa ‘kenapa’ si perempuan berani mengambil keputusan menikah, dengan keadaan yang sepertinya masih belum mapan? Terlebih dilihat dari usianya juga yang masih sangat muda itu (kira-kira sepantaranku). Dan jawabannya?
‘Kan sudah ada calonnya..’
Yang dimaksudkan, kalau sudah ada calonnya dikirimkan Tuhan, kenapa lagi harus menunda-nunda dengan berbagai alasan? Sementara kalau tidak salah dalam sebuah hadis ada berbunyi, ‘menikahlah kalau memang sudah waktunya dan kau merasa mampu’. Dan sesungguhnya menikah itu adalah sebuah ibadah kan? Dan niat baik untuk beribadah akan lebih baik lagi kalau segera dilakukan. Kalau semakin cepat dilakukan semakin baik, untuk apa ditunda-tunda?
Aku akuin banyak orang yang selalu beralasan belum menikah karena ‘belum lulus kuliah, masih ingin berkarir dulu, masih fokus dikerjaan, belum siap secara financial, dll dkk..’ Padahal kalau berbicara tentang kemapanan dan usia, itu kan sudah menjadi rahasia illahi. Jadi, sebenarnya tak patut juga niat ‘beribadah’ karena Allah SWT ini ditunda-tunda hanya karena alasan-alasan tersebut.
Aku pun pernah mendengar sebuah ceramah (lupa darimana), bahwa menikahlah bila sudah merasa mampu, dan juga untuk menjauhi perbuatan zina dan fitnah yang tidak diinginkan. Masalah rezeki? Itu sudah diatur oleh Tuhan, dan kita cukup meyakini dan percaya padanya. Selama kita masih di jalan Allah, tentu kita pun InsyaAllah diberikan kemudahan menjalaninya.. :)
Dan di sini aku langsung teringat pada diriku sendiri.
Selama ini aku selalu saja begitu memuja seorang lelaki. Apakah itu pantas?
Selama ini aku selalu saja mengeluh tentang perasaanku, atau….istilah zaman sekarang ‘galau’. Btw, kalau menurutku galau dan mengeluh itu dua hal yang berbeda, sih.
Dan entah kenapa aku pun seperti merasa tak pantas untuk mencintai seseorang…termasuk ‘dia’.
Aku tiba-tiba saja teringat bagaimana ‘buruk’nya diriku, dan juga bagaimana latar belakang keluargaku. Bukannya aku tidak mensyukuri apa yang aku miliki sekarang, jujur saja aku bersyukur banget. Dan insyaAllah aku cukup bahagia dengan keadaan yang seperti ini (walau ada sedikit masalah, tapi manusia mana sih yang tak lepas dari masalah). :’)
Hanya saja, belum tentu ‘dia’ bisa menerima apa yang aku miliki seperti bagaimana aku mensyukurinya, kan?
Karena itu lah aku merasa tak pantas untuk menyayanginya. Dan karena itu juga sejak sebulan-an yang lalu aku sudah memutuskan untuk melepaskan perasaan sayangku padanya, karena sadar dengan keadaan diriku yang begitu berbeda dengannya.
Sekali lagi aku tegaskan, bukannya aku tidak bersyukur atau pun minder dengan keadaanku, namun aku hanya mencegah perasaanku sebelum tersakiti lebih jauh. Yaitu, dengan cara memutuskan melepaskannya (yang bahkan tak pernah kumiliki). Karena aku sadar, begitu banyak perbedaan dari kita berdua, dan aku merasa aku berserta latar belakang keluargaku bukan lah criteria-alasania idamkan.
Dia layak dicintai oleh gadis yang jauuuhhhh lebih baik dariku.
Aku ini apalah?
Setelah aku merenung, ternyata begitu banyak bertumpuk keburukan dan kekuranganku.
Aku tidak bisa masak, aku bukan orang yang bisa mengerti dirinya (mungkin), latar belakang keluargaku yang berbanding terbalik dengannya, dan juga ada satu hal condition yang tidak dia ketahui tentang diriku, dan kalau pun dia tahu aku rasa dia tidak akan bisa menerimanya. Dan satu lagi yang terpenting dari semua POINT sebelumnya, dia tidak memiliki perasaan yang sama sepertiku.
Setelah semua dari itu… aku pun semakin mantap untuk melepaskannya, walau ada perasaan tak rela. Tapi, memang dalam hidup itu kita terkadang harus berhenti menggenggam pada sesuatu yang bukan diperuntukkan untuk kita, kan? Kita juga terkadang harus belajar merelakan sesuatu untuk dilepas, walau hati kita sebenarnya tak ingin melakukan itu.
-Sempat aku menangis saat memikirkan ini… Karena semakin ke sini aku semakin tersadar (bagai ditampar), bahwa aku memang tak pantas untuk dia. Aku tidak layak.
Seperti hari-hari sebelumnya, aku pun masih berpikir, sebenarnya untuk apa aku diperkenalkan dengan dia, kalau pada akhirnya semua terjadi tidak seperti yang aku inginkan?
Walau aku tahu, Tuhan pasti punya rencana yang kita tak pernah tahu. Semua kejadian di dunia ini pasti ada sebab-akibatnya, yang lagi-lagi hanya Tuhan yang tahu. Tak seharusnya aku meragukan dengan pertanyaan ‘untuk apa’. Bagaimana mungkin aku meragukanNya yang begitu MAHA, menciptakan langit dan bumi, makhluk berserta alam semestanya.
Dan aku juga percaya, ketika kita dijauhi dengan orang yang kita sayang, entah itu disebabkan jarak, waktu, ataupun kondisi dan keadaan, pasti karena dia bukan lah yang terbaik untuk kita. Tuhan yang Maha Tahu, telah mengatur semuanya. Tuhan menyiapkan seseorang untukku yang jauh lebih dari dia, walau mungkin belum dipertemukan denganku. Aku percaya itu. :)
Akan ada seseorang yang bisa menyayangiku dengan tulus. Kelak.
Dan memang nggak muluk-muluk, hanya satu ‘hal’ itu lah yang aku inginkan dari pasangan hidupku nanti, entah siapa pun dia. Karena hanya dengan satu hal ini, menyayangiku dengan tulus, maka dia akan menerima segalanya yang ada pada diriku –apa adanya. Dan dia tentu akan melakukan hal yang terbaik untuk membuatku bahagia, sama seperti aku akan berusaha sebaik mungkin membuatnya nyaman, insyaAllah. Amien… :)
Waduh, makin ke sini pembicaraan mulai kemana-mana, sampai ngomongin pasangan hidup segala.. :’)
Ini sebenarnya hanya wujud dari kegalauanku, dan aku sedang menghibur diriku sendiri. Hehe. Jadi, harap maklum kalau tulisan ini berantakan dan ‘ngalor ngidul’. x)