Ketakutan bisa menjadi kekuatan,
itulah apa yang kupikirkan saat ini…
Kita merasa takut, lalu mengungkapkannya…
Dan sekarang kita menjadi lebih kuat, kuharap…
Seperti yang pernah aku katakan, menyayangi itu berarti kita telah menyiapkan diri untuk terluka. Mencoba mencintai itu, sama seperti kita sedang menyiapkan diri untuk disakiti.
Dan seharusnya aku tak boleh mengeluhkan hal ini lagi, karena aku dari awal sudah tahu bahwa seperti ini lah yang akan terjadi. Terluka.
Tapi, aku pikir hatiku sudah kuat karena telah terluka berkali-kali, disayat berkali-kali, hingga rasanya kebal dengan kesakitan. Nyatanya…. tidak seperti itu. Ia tetap merasakan rasa sakit yang sangat sulit didefinisikan. Tidak tahu, apakah sakitnya lebih menyakitkan daripada disayat pisau? Atau lebih menyakitkan daripada saat tertusuk jarum? Aku tidak tahu…
Sakit tidak terlihat ini, tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Namun begitu terasa hingga menyentuh bendungan air mata. Tidak tahu seberapa tajam rasa sakitnya, hingga bisa mengoyak-ngoyak pertahanan yang aku buat, kemudian berhasil membobol bendungan itu. Sudah tertebak…air mata itu keluar. Ia seperti ingin menunjukkan pada dunia, bahwa hati itu sudah sakit. ia seperti ingin menjerit, agar semua orang tahu, bahwa si pemilik hati itu merasakan rasa sedih dan sakit yang begitu tajam.
Aku tidak kuasa menahan air mata itu. Aku terpaksa membiarkanNya melakukan apa yang ia suka. Kubiarkan ia mengalir sesuka hatinya.
Aku hanya bisa meminta bantuan pada lenganku untuk memeluk guling yang teronggok sendirian di tempat tidur. Kubenamkan wajahku di sana, agar siapa pun tak melihat air mata itu. Aku tidak bisa menghalanginya, namun aku bisa menyembunyikannya…
Tapi air mata itu terus meronta…meronta ingin dikeluarkan dari persembunyian, …
Apakah aku cengeng?
Aku tidak tahu…
Kamu, seseorang yang di sana, yang telah menyakitiku dengan tidak engkau sengaja… Kamu pernah mengatakan, kamu tidak suka wanita yang cengeng dan cemburuan..
Maafkan aku…aku tidak bisa menjadi wanita seperti apa yang kamu mau…
Aku berusaha untuk tidak menangis. Aku berusaha keras membuat benteng setinggi mungkin untuk menahan jebol bendungan itu… Tapi aku tidak mampu. Air mata itu kekuatannya lebih besar daripada benteng yang aku buat. Mungkin..karena ia terbuat dari sejuta rasa sayang yang aku punya untukmu. Bukan, bukan sejuta. Tepatnya tidak terhitung seberapa banyaknya. Karena rasa sayang itu bukan lah benda yang bisa diukur ataupun dibandingkan. Rasa sayang itu hanya bisa dirasakan…
Dan hatiku juga kalah oleh kata-kata.
Maaf kalau aku sempat menuduhmu ‘menyakitiku dengan kata-kata.’
Seharusnya tidak patut aku menyalahkanmu. Karena aku tahu, kamu tentunya sama sekali tidak bermaksud menyakitiku. Setiap orang mempunyai hak untuk mengeluarkan kata-kata kan? :’) Makanya aku tak akan menyalahkan hakmu.
Kalau pun harus dipernyatakan siapa yang salah, itu jelas aku… :’)
Kamu tenang saja,… aku tidak sering menangis kok. Mungkin hari ini kebetulan saja aku kurang kuat mendirikan benteng di hati itu. Besok, mungkin aku harus lebih memupuk kekuatan lagi di sana, agar ia tak mudah rapuh.
Malam ini aku menangis, …besok ketika matahari terbit, aku janji aku akan kembali tersenyum. Dan semua akan terasa baik-baik saja. So, don’t worry. I will be okay..
Nangis memang butuh, tapi kalau terlalu sering malah mengurangi waktu untuk menyelesaikan masalah. Maka itu…aku selalu ingin berseru “kuatlah” :)
Seharusnya..., aku tak perlu takut disakiti. Karena suatu hari semua luka pasti tidak terasa, seakan-akan kering…
Karena perkataan indahmu satu-satunya hal yang membuatku bertahan, pada harapan yang sesungguhnya aku tahu tak pernah ada..
Berdosakah jika aku sekarang menjatuhkan air mata untukmu?
Sadarkah jemarimu selalu lukai hatiku?
Terlalu banyak pertanyaan. Aku jadi muak sendiri akannya.
**Ketika terlanjur cinta, ia tidak akan berbicara tentang luka. Ia mengaku bahagia, meskipun tersakiti sejak lama**
0 komentar:
Posting Komentar
Lalu, apa pendapatmu tentang ini? :)