
Chapter 2
Dengan langkah yang begitu riang dan penuh semangat, Min Rin berjalan
menuju halte terdekat dengan rumahnya. Tidak
ada yang membuatnya lebih semangat dari ini kalau bukan karena musim panas. Musim
panas adalah musim yang paling ia suka dan selalu ia nantikan. Bukan hanya karena
benci dingin, tapi ia memang sangat senang melihat dimana bunga-bunga
bermekaran seakan turut gembira menyambut musim yang hanya setahun sekali ini.
Terlebih, semua orang memakai pakaian dengan warna yang sangat cerah, bukan
pakaian perlengkapan musim dingin yang sangat tebal itu.
Min Rin menunduk dan melihat pakaian
yang ia kenakan hari ini. Tank top
berwarna merah muda lembut dan cardigan berwarna merah jambu tua, dengan rok
kotak-kotak berwarna abu-abu. Benar-benar pakaian musim panas.
Min Rin berlari menaiki bis yang
baru saja berhenti di depan halte. Hanya tersisa satu kursi kosong dan ia
bersyukur bahwa dirinya adalah satu-satunya yang naik di halte ini, jadi ia
mendapatkan tempat duduk itu.
Sambil bersenandung kecil, Min Rin menyeruput ice coffe late dalam gelas plastik yang ia bawa dari rumah. Ia
sengaja membawa minum untuk menemaninya selama perjalanan di bus yang akan
memakan satu jam lebih ini. Bukan kah sangat membosankan naik bus sendirian
tanpa melakukan apapun yang menarik?
Saat akan menikmati pemandangan di luar jendela, Min Rin tanpa sadar
memandangi laki-laki yang duduk di sampingnya. Kalau dilihat dari gaya
berpakaian dan postur tubuhnya, Min Rin menduga mungkin usia laki-laki itu
sebaya dengan dirinya. Kalau pun lebih tua, mungkin tidak beda jauh.
Laki-laki itu menyandarkan
kepalanya ke jendela bus dan menatap ke jalanan di luar. Mungkin. Itu hanya
dugaan Min Rin saja, karena laki-laki itu mengenakan kacamata gelap, sulit
menebak apakah ia benar-benar sedang menikmati pemandangan di luar, atau kah
sedang memejamkan mata. Sebenarnya mungkin saja dugaan Min Rin salah, mungkin
saja laki-laki itu sedang tidur. Tapi saat melihat laki-laki itu beberapa kali
menggerakkan tangan untuk bersedekap, Min Rin rasa ia sedang tak tidur. Sepertinya
ia pun sama sekali tidak tertarik dengan Min Rin, atau mungkin tidak menyadari
sama sekali kalau ada seorang gadis duduk di sebelah dan sedang memandanginya.
Min Rin tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, karena selain mengenakan kaca
mata gelap, ia juga mengenakan topi hitam yang sepertinya dipasang di kepala
sedalam mungkin hingga menutupi nyaris semua rambut dan keningnya.
Penampilan laki-laki itu
sebenarnya agak membuat Min Rin penasaran. Terlebih, laki-laki itu mengenakan
slayer panjang berwarna abu-abu di leher. Slayer itu agak dinaikkan sedikit
hingga menutupi leher dan separuh dagunya. Menggunakan slayer, di musim panas
seperti ini?
Kalau diperhatikan dengan saksama,
ia memiliki hidung yang cukup mancung, bibir tipis, dan rahang yang tegas. Ada headset yang tergantung di telinganya, seakan
menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu atau mungkin saja ia memang lebih
senang mendengarkan musik dibanding mendengarkan hiruk-pikuk di sekelilingnya.
Dalam segi fashion, Min Rin mengakui
kalau laki-laki itu mungkin memiliki selera yang cukup keren juga. Mengenakan kemeja hitam kotak-kotak bercorak garis-garis
tepi berwarna putih, dengan kua kancing teratas dibuka lebar begitu saja
memperlihatkan sebuah kalung berantai perak di lehernya.
Secara keseluruhan, laki-laki ini
benar-benar sangat menarik. Dan sepertinya ia menyukai warna hitam.
Min Rin segera mengerjapkan mata
dengan cepat saat tersadar, bahwa ia telah memandangi laki-laki itu begitu
lama. Min Rin buru-buru membalikkan tubuh ke arah lain, agak salah tingkah
sendiri. Ia baru sadar, kenapa ia harus menghabiskan banyak waktu untuk
memandangi laki-laki itu, padahal ia bukan tipe gadis yang suka memperhatikan orang
lain, apalagi seorang laki-laki. Terakhir kali ia memperhatikan seorang
laki-laki saat ia masih kelas satu SMA, seseorang yang ia cintai. Setelah itu,
ia tidak pernah jatuh cinta lagi. Setelah ia tahu bahwa mencintai seseorang
yang tidak mencintainya adalah suatu hal yang sangat menyakitkan.
Sekarang, laki-laki yang jadi perhatian Min Rin hanya Jo Hyun seorang, lead vocal dan member dari boyband STAR.
Alasan sederhana kenapa Min Rin lebih memilih mencintai seorang idola daripada
seorang laki-laki real di sekitarnya,
karena ia tak akan merasakan lagi perasaan sakit dan terluka akibat mencintai.
Jo Hyun adalah idola, disukai banyak orang, dan itu menyadarkan Min Rin untuk
tidak memiliki harapan lebih. Jadi, ia tak akan pernah terluka.
Min Rin baru akan beranjak karena
bus yang ia tumpangi sudah sampai di depan halte, tempat semestinya turun, saat
tiba-tiba laki-laki yang duduk di sampingnya itu juga bangkit berdiri. Karena
tidak terlalu memperhatikan, tangan Min Rin yang memegang gelas berisi ice coffee late menyenggol tubuh
laki-laki itu, dan….tumpah!
“Omo!” pekik Min Rin kaget saat
melihat semua isi gelasnya sudah tumpah mengenai pakaian laki-laki itu. Min Rin
makin gelagapan saat mendapati warna noda cokelat muda membasahi slayer
laki-laki itu. “Mian… Omo, eottokhe?? Saya
tidak sengaja.”
Laki-laki
itu terlihat mengerutkan kening dalam-dalam, dan menunduk memandangi pakaiannya
yang sudah ternodai. Min Rin menggigit jari, saat pelahan-lahan laki-laki itu
mengangkat kepala dan sepertinya menatapnya –karena laki-laki itu mengenakan
kacamata gelap, Min Rin tidak terlalu pasti.
“Chwe
song ham ni da (maafkan saya)..”
lirih Min Rin nyaris tidak terdengar. Ia merasa laki-laki itu memandangnya
begitu tajam dan dingin, walau ia tidak bisa melihat langsung matanya.
Laki-laki itu mendengus, lalu
menggeser tubuh Min Rin dengan tangannya, membuat Min Rin sedikit terdorong
hingga jatuh terduduk. Min Rin memperhatikan laki-laki bertubuh tegap dan
berbadan besar itu itu melewati tubuhnya begitu saja tanpa bicara satu patah
kata pun.
===
“YA!”
teriak Min Ah begitu melihat Min Rin turun dari bus. “Kenapa kau sangat lama,
hah? Aku sudah menunggumu lebih dari setengah jam! Cuaca panas sekali! Kau tahu
tidak??”
Min Rin berlari tergopoh-gopoh
menghampiri Min Ah dengan wajah agak memelas. “Ma…maaf kan aku, tadi ada
sedikit kecelakaan…sedikit. Maaf ya...”
“Hh…”
Min Ah hanya bisa bersedekap, menahan rasa kesalnya.
Begitu akhirnya Min Rin tiba di
hadapan, Min Ah langsung menarik tangan gadis itu. Min Rin terlihat sibuk
menarik napasnya yang panjang-pendek, padahal ia hanya berlari beberapa meter,
tapi terlihat sangat melelahkan.
“Yak, Shin Min Rin, kau pikir
menunggu itu menyenangkan?” gerutu Min Ah, ternyata masih belum bisa
menghilangkan rasa kesal.
Min Rin tersenyum geli melihat mimik wajah Min Ah. Mata gadis itu melotot
kesal, dan keningnya berkerut-kerut, terlihat sebal sekali. “Kalau melihat dari
mimik wajahmu saat ini…” Min Rin berlagak memperhatikan sedetil mungkin wajah
Min Ah. “sepertinya tidak menyenangkan, hehehe.”
“Aish,
kau ini. Kalau saja kau bukan sahabatku, sudah kupatahkan hidungmu itu!” timpal
Min Ah sambil melayangkan tinju pelan di lengan Min Rin, membuat Min Rin
sedikit meringis kesakitan.
“Payah, begitu saja sudah
meringis,” ledek Min Ah, lantas menggamit lengan Min Rin untuk melangkah
bersamanya. “Kajja, Hyun Ri dan Se Ra
pasti sudah menunggu kita. Kita kan janjinya ketemuan jam 10. Sekarang sudah
jam 10 lewat, tahu.”
“Baru juga lewat enam menit,” timpal Min Rin.
===
FORMULIR
Nama lengkap : Choi Min Rin
Usia :19 thn
Cowok idola
di STAR : Kim Jo Hyun
Latar
belakang keluaragamu : Keluarga
berkecukupan. Kedua orang tua berkerja, dan aku adalah anak tunggal. Aku
memberanikan diri mendaftar sebagai Genie, selain karena aku adalah STAR
World, juga untuk mengisi waktu. Saat ini aku kelas 3 SMA dan sekarang
sudah libur sekolah karena baru selesai ujian akhir.
|
Aku
mendaftarkan diri di Universitas Parang, tapi pendaftaran ulang masih dua
bulan lagi. Karena itu, aku tidak punya kegiatan apapun selama dua bulan,
dan aku rasa aku bisa menjadi Genie untuk STAR, meluangkan waktuku untuk
STAR :)
Kesukaanmu : Banyak hal yang aku sukai di
dunia, karena aku ingin belajar mensyukuri apapun :)
Ketidaksukaanmu : Ikan, makanan pedas, dan dingin.
Hobby/kegemaran : Membaca novel,main internet, dan
nonton semua video tentang STAR.
No.ponsel
: 010402536X
|
“Lumayan… Menarik juga,” gumam seorang laki-laki muda dengan nada pelan.
Ia terlihat serius menatap layar laptop yang ada di atas meja, sambil bertopang
dagu. Matanya masih tak teralihkan dari sederetan hangul warna biru itu.
“Apa?”
Laki-laki jangkung dan berbadan agak kurus datang menghampiri, duduk di sebelah
Tae Sun. “Kenapa kau begitu serius menatap laptopmu?”
Tae
Sun menegakkan tubuhnya, tidak lagi menopang dagu. Matanya sedikit melirik ke
laki-laki yang duduk di sebelahnya itu. “Tidak, hyeong. Aku sedang melihat-lihat formulir yang mendaftar sebagai
Genie. Dan dalam seminggu ini baru satu orang yang berhasil mengakses situs
kita. Aku hanya antara percaya dan tidak percaya, hyeong. Ternyata ada juga yang berhasil mengakses situs itu. Apa hyeong tidak berpikir ini suatu yang
hebat?”
“Eo…” Min Chul menggaruk tengkuknya tanpa
sadar. “Memang hebat, sih,” gumamnya pelan seraya menatap lurus ke layar laptop
Tae Sun, dimana ada biodata seorang gadis di sana.
“Tetapi,
kita juga tidak bisa sembarangan langsung mengangkatnya sebagai Genie,” imbuh seseorang. Tae Sun dan Min
Chul menatap ke arah pintu, dimana ada sosok laki-laki yang lebih tua dari
mereka.
“Oh,
Jong Ki hyeong?” sapa Tae Sun riang.
“Kau bukan kah sedang jadi MC di salah satu acara Variety Show?”
Jong
Ki tersenyum memperlihatkan gigi kelincinya yang membuat senyumannya menjadi
terlihat imut. “Sedang break
sebentar. Jadi, aku mau istirahat dulu.”
Jong
Ki masuk ke dalam ruangan, tempat dimana mereka memang selalu berkumpul selama
di gedung KBS, yaitu STAR’s Room. Jongki
melepaskan jas luarnya dan menyampirkan di sandaran sofa. “Awas, jangan tindih.
Nanti bisa kusut,” tegasnya memperingatkan.
Min
Chul hanya menyeringai menanggapi, lalu kemudian beranjak pergi dengan tak acuh.
Ia mengambil sesuatu dari dalam ranselnya, yaitu PSP. Di saat tidak ada kerjaan
seperti ini, ia lebih senang menghabiskan waktunya dengan bermain game daripada membicarakan suatu hal
yang tidak penting –baginya.
“Apa
benar baru satu orang yang berhasil ngakses
situs itu?” tanya Jong Ki, akhirnya penasaran juga siapa kah gadis terpilih itu.
“Ne, hyeong. Ini, lihat saja.” Tae Sun
mengarahkan sedikit laptopnya ke arah Jong Ki yang memilih duduk di pinggiran
sofa. Jong Ki harus sedikit membungkukkan tubuh untuk membaca keseluruhan
formulir pendaftaran itu.
“Hm..
Choi Min Rin, ya?” gumam Jong Ki setelah membaca semua biodatanya.
“Ne,” tanggap Tae Sun. “Dan aku rasa dia
manis, dan menarik.”
“Eo?” Jong Ki makin serius menatap ke
layar laptop, sedikit menimbang-nimbang apakah ia harus sependapat dengan Tae
Sun. Matanya menatap ke foto yang terpampang di layar, foto ukuran 3x4, dimana
seorang gadis berwajah mungil dengan mata bulat, dan poni lurus yang rata
menutupi keningnya. Kalau menarik yang dimaksud Tae Sun adalah, manis seperti
boneka, Jong Ki setuju. Tetapi, wajah imut bagaikan boneka itu belum tentu
karakternya semanis wajahnya, kan?
“Kalau
menurutmu, bagaimana, Min Chur-a?” tanya Jong Ki seraya menoleh ke Min Chul
yang sudah sibuk berkutat dengan PSP-nya. Min Chul hanya angkat bahu, terlihat
tak mau mengurusi hal itu. Dari awal, yang punya ide untuk mencari genie adalah Ki Bum dan Jong Ki, dengan
alasan mereka sedang jenuh dan butuh sesuatu yang segar. Sesuatu yang segar itu tentu saja adalah seorang
gadis yang siap sedia di sisi mereka di saat mereka butuh. Sebenarnya Min Chul
tidak terlalu tertarik dengan pencarian genie
ini, jadi ia juga tidak mau ikut repot memikirkannya.
Jong
Ki terkekeh pelan melihat respon Min Chul, yang ia sudah tahu akan seperti itu.
“Apa
yang membuatmu tidak tertarik dengan gadis ini, hyeong?” tanya Tae Sun, membuat Jong Ki kembali mengalihkan tatapan
pada laki-laki berambut pirang kecokelatan itu.
“Eo? …Ani,
bukannya aku tidak tertarik. Hanya saja agak kecewa,” gumam Jong Ki dengan
nada yang dibuat selambat mungkin untuk memancing rasa penasaran Tae Sun.
“Kecewa kenapa?”
“Kecewa,
kenapa idolanya adalah Jo Hyun, bukan aku?” Jong Ki memasang wajah sesendu mungkin. Tae Sun yang tadinya
menanggapi Jong Ki dengan serius, segera meninju kesal bahu Jong Ki.
“Huuu…dasar!”
gerutu Tae Sun. “Kupikir kecewa kenapa…”
“Ada
apa denganku?” tegur seseorang dengan suara khasnya yang agak parau.
Mereka
kembali mengarahkan pandangan ke pintu. “Huh?
Jo Hyun. Hai. Kau darimana?” tanya Jong Ki. Memiliki status sebagai seorang leader, membuatnya merasa perlu
mengetahui dan mengawasi segala apapun yang dilakukan oleh member STAR yang juga sudah dianggapnya seperti adik kandung
sendiri.
Jo
Hyun melepaskan slayer abu-abu, kacamata gelap, dan topinya, lalu melemparnya
bersamaan ke atas sofa, jatuh tepat di samping Tae Sun.
“Ani. Hanya jalan-jalan saja… refreshing. Waeyo? Tadi, aku mendengar namaku disebut-sebut.”
“Yaa~ Jo Hyun-a, aku sudah
memperingatkanmu berkali-kali, jangan terlalu sering keluar sendirian, apalagi
tanpa sepengetahuan ku ataupun manager,” tegur Jong Ki halus. Jo Hyun
mengabaikan teguran itu dengan mengambil botol mineral di atas meja, membuka
tutupnya dengan cepat, dan menenggak isinya hingga habis.
“Ini,
hyeong.” Tae Sun mencoba menjelaskan
pertanyaan Jo Hyun yang belum terjawab tadi. “Apa kau sudah tahu kalau sudah ada
satu gadis yang berhasil mengakses situs kita dan mengisi formulir
pendaftaran?”
“Oh
ya?” Terlihat kalau Jo Hyun belum tahu mengenai hal itu. Tapi, ia sendiri
terlihat tidak terlalu mau tahu menahu. “Lalu, apa hubungannya denganku?”
Tae
Sun dan Jong Ki tertawa bersamaan. “Kau tahu, hyeong?” tanya Tae Sun lagi seraya memutar laptopnya, menghadapkan
ke arah dimana Jo Hyun berdiri. “Dia, gadis ini, mengidolakanmu. Dia mengisi
namamu sebagai idolanya di STAR. Aish..aku
agak iri padamu, hyeong. Dia manis sekali.
Tetapi, dia menyukaimu.”
“Oh
ya?” Jo Hyun menyeka bibirnya asal dengan lengan, kemudian mendekatkan wajahnya
ke layar laptop untuk membaca biodata gadis itu. “Choi Min Rin?” Lalu, ia
melirik sepintas ke foto close up yang
terpampang di layar, dan matanya sedikit melebar walau tidak terlalu kentara.
“Gadis ini?” gumamnya dengan nada agak tertahan.
“Iya.
Manis, kan?”
Jo
Hyun masih menatap lekat-lekat foto Min Rin, membuat Tae Sun segera merampas
kembali laptopnya dari hadapan Jo Hyun.
“YA,
hyeong! Aku tahu dia manis, tapi
jangan memandanginnya terus dengan tatapan seperti itu, huh.”
Jo
Hyun sama sekali tidak terganggu dengan ucapan Tae Sun. Pikirannya sedang
berkelana ke lain, seperti sedang mengingat sesuatu. Tatapan matanya kemudian mengarah
ke slayernya, dimana ada noda cokelat muda bekas coffee late menodai warna abu-abu itu.
“Huh…” dengus Jo Hyun sedetik kemudian. Ia menatap Tae Sun dan Jong Ki
bergantian, lalu bergumam datar. “Belum ada yang memutuskan? Kalau begitu aku
yang memutuskan, dia yang akan menjadi genie.”
“Mwo??” Tae sun dan Jong Ki berseru
bersamaan, membelalakkan mata mereka.
“Ya`..yaa~,” tegur Jong Ki. “Kita harus
bermusyawarah dulu. Dan lagi, aku lah yang berhak memutuskan di sini. Aku leadernya, kau tahu itu kan?”
“Iya,
hyeong,” sambar Tae Sun cepat.
Jo
Hyun menatap mereka datar dan lurus secara bergantian. Kemudian menyeringai.
“Musyawarah ya? Baiklah, sekarang aku akan bertanya. Apa kalian keberatan kalau
gadis ini yang terpilih menjadi genie?”
“…ng….”
Tae Sun dan Jong Ki sama-sama kehilangan kata, dan masing-masing hanya bisa
menggaruk-garuk tengkuk tidak jelas.
“Aku
anggap itu berarti setuju,” Jo Hyun menjawab sendiri pertanyaannya, terlihat
tidak sabar menunggu jawaban begitu lama. “Cho Min Chul, kau bagaimana?” Ia
menatap Min Chul sekilas, yang ternyata masih saja tak bergeming dari kegiatan
sebelumnya, bermain PSP. “Lupakan. Kita tak butuh suaranya.” Jo Hyun melengos,
merasa tolol dengan pertanyaannya sendiri tadi. “Baiklah, tinggal Ki Bum?
Silahkan, siapa diantara kalian yang ingin menginfokan hal ini padanya.”
Tae
Sun yang berinisiatif mengambil ponselnya, siap menghubungi Ki Bum.
“Walau
aku berani taruhan, ia tak akan keberatan sama sekali,” dengus Jo Hyun pelan,
melanjutkan kalimatnya sendiri, dan untuk terakhir kalinya ia melirik lagi pada
foto Min Rin di layar laptop.
==
Min Rin mengernyitkan hidung saat merasakan ada sesuatu yang hangat
menggelitiknya. Perlahan-lahan kelopak matanya terbuka, walau belum sepenuhnya.
Dengan mata menyipit Min Rin menoleh ke sumber hangat itu, yang tak lain
berasal dari jendela kamarnya yang tidak ditutup oleh gorden. Min Rin bisa
melihat matahari sudah begitu tinggi di langit biru, dan sinarnya begitu
hangat.
Masih dengan mata yang disipitkan,
setengah terpejam, Min Rin mencoba menjulurkan tangan panjang-panjang untuk
meraih ponsel di atas meja lampu yang ada di sebelah tempat tidurnya. Sudah
menjadi kebiasaannya, setiap bangun yang pertama kali dilihat adalah ponsel.
Pukul 09.00 pagi.
Min Rin mengecek ponselnya, ada
beberapa message di Yahoo Messenger,
dan beberapa interaksi di twitter. Min
Rin memutuskan untuk membacanya nanti setelah mandi. Baru saja ia akan bangun
dan meletakkan ponsel di meja, matanya menangkap sebuah SMS dari nomor asing.
“Nugu?”
gumamnya, lantas menyentuh touch screen
ponselnya dengan ibu jari, membuka message
itu.
Congratulation Choi Min Rin, you are the choosen! STAR’s TEAM
International picked you as a Genie, STAR’s Genie ;)
You will be free to meet with
the STAR. Yeah, you will be GENIE and meet STAR! This is real ;)
Confirmed us for more information
Setiap
membaca satu kata demi kata, bola mata Min Rin kian membesar. Bahkan, walau
sudah selesai membaca serentetan kalimat itu, ia tetap mengulang kembali dari
awal hingga akhir, berkali-kali.
Setelah sekian kali membaca ulang, baru lah
Min Rin seperti tersadar apa isi dari kalimat itu.
“MWO?!??!!!!!!!!!”
Min Rin membelalakkan matanya super lebar. Ia terus menatap layar ponselnya
dengan wajah yang sangat syok.
Ini serius?!!
Kenapa bisa? Kenapa ia terpilih menjadi Genie??
Kenapa bisa? Apa mereka –STAR’s TEAM
salah kirim? Tapi, rasanya tidak. Karena sangat jelas di dalam message itu tertulis ‘Congratulation,
Choi Min Rin’.
“Huaaaa… eottokhe?? Eottokhe???”
===
0 komentar:
Posting Komentar
Lalu, apa pendapatmu tentang ini? :)